Senin, 29 November 2010

kalimantan barat

[tutup]
Silakan baca:
Permintaan pribadi dari
pendiri Wikipedia Jimmy Wales
Close
Kalimantan Barat
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Ini adalah versi yang telah diperiksa dari halaman initampilkan/sembunyikan detail
Ini adalah versi stabil, diperiksa pada tanggal 15 November 2010. Ada perubahan templat/berkas menunggu peninjauan.

Akurasi Terperiksa
Langsung ke: navigasi, cari
Kalimantan Barat
Lambang Kalimantan Barat
Lambang
"Akcaya"
(Bahasa Indonesia: "Tak Kunjung Binasa")
Locator kalbar final.png
Peta lokasi Kalimantan Barat
Koordinat 3º 20' LS - 2º 30' LU
107º 40' - 114º 30' BT
Dasar hukum
Tanggal penting 1 Januari 1957 (hari jadi)
Ibu kota Pontianak
Gubernur Drs. Cornelis, MH
Luas 146.807 km²
Penduduk 4.073.304 jiwa (sensus 2004)
Kepadatan
Kabupaten 10
Kota 2
Kecamatan 136
Kelurahan/Desa 1445
Suku Dayak (35%), Melayu (13%), Sambas (12%), Tionghoa (9%), Jawa (9%), Kendayan (8%))[1]
Agama Islam (57,6%), Katolik (24,1%), Protestan (10%), Buddha (6,4%), Hindu (0,2%), lain-lain (1,7%)
Bahasa Bahasa Indonesia, Bahasa Dayak, Bahasa melayu, Bahasa Tionghoa
Zona waktu WIB
Lagu daerah Cik Cik Periook
Rumah tradisional {{{rumah}}}
Senjata tradisional {{{senjata}}}
Singkatan {{{singkatan}}}

Referensi: {{{ref}}}

Situs web resmi: www.kalbar.go.id
(?)

Kalimantan Barat adalah sebuah provinsi di Indonesia yang terletak di Pulau Kalimantan dan beribukotakan Pontianak.

Luas wilayah Provinsi Kalimantan Barat adalah 146.807 km² (7,53% luas Indonesia). Merupakan provinsi terluas keempat setelah Papua, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah.

Daerah Kalimantan Barat termasuk salah satu daerah yang dapat dijuluki provinsi "Seribu Sungai". Julukan ini selaras dengan kondisi geografis yang mempunyai ratusan sungai besar dan kecil yang diantaranya dapat dan sering dilayari. Beberapa sungai besar sampai saat ini masih merupakan urat nadi dan jalur utama untuk angkutan daerah pedalaman, walaupun prasarana jalan darat telah dapat menjangkau sebagian besar kecamatan.

Walaupun sebagian kecil wilayah Kalimantan Barat merupakan perairan laut, akan tetapi Kalimantan Barat memiliki puluhan pulau besar dan kecil (sebagian tidak berpenghuni) yang tersebar sepanjang Selat Karimata dan Laut Natuna yang berbatasan dengan wilayah Provinsi Kepulauan Riau.

Jumlah penduduk di Provinsi Kalimantan Barat menurut sensus tahun 2004 berjumlah 4.073.304 jiwa (1,85% penduduk Indonesia).
Daftar isi
[sembunyikan]

  * 1 Sejarah
  * 2 Kondisi Alam
  * 3 Sosial Kemasyarakatan
  o 3.1 Suku Bangsa
  o 3.2 Bahasa
  o 3.3 Agama
  o 3.4 Pendidikan
  * 4 Batas wilayah
  * 5 Pemerintahan
  o 5.1 Kabupaten dan Kota
  o 5.2 Daftar gubernur
  * 6 Perekonomian
  o 6.1 Pertanian & Perkebunan
  * 7 Seni dan Budaya
  o 7.1 Tarian Tradisional
  + 7.1.1 Alat Musik Tradisional
  o 7.2 Senjata Tradisional
  o 7.3 Sastra lisan
  o 7.4 Tenun
  o 7.5 Kerajinan Tangan
  o 7.6 Kue Tradisional
  o 7.7 Masakan dan makanan Tradisional
  * 8 Referensi
  * 9 Pranala luar

[sunting] Sejarah

Menurut kakawin Nagarakretagama (1365), Kalimantan Barat menjadi taklukan Majapahit, bahkan sejak zaman Singhasari yang menamakannya Bakulapura. Menurut Hikayat Banjar (1663), negeri Sambas, Sukadana dan negeri-negeri di Batang Lawai (nama kuno sungai Kapuas) pernah menjadi taklukan Kerajaan Banjar sejak zaman Hindu. Sejak 1 Oktober 1609, Kerajaan Sambas menjadi daerah protektorat VOC Belanda. Sesuai perjanjian 20 Oktober 1756 VOC Belanda akan membantu Sultan Banjar Tamjidullah I untuk menaklukan kembali daerah-daerah yang memisahkan diri diantaranya Sanggau, Sintang dan Lawai (Kabupaten Melawi). Menurut akta tanggal 26 Maret 1778 negeri Landak dan Sukadana diserahkan kepada VOC Belanda oleh Sultan Banten. Inilah wilayah yang mula-mula menjadi milik VOC Belanda selain daerah protektorat Sambas. Pada tahun itu pula Pangeran Syarif Abdurrahman Alkadrie direstui VOC Belanda sebagai Sultan Pontianak yang pertama dalam wilayah milik Belanda tersebut. Pada tahun 1789 Sultan Pontianak dibantu Kongsi Lan Fang diperintahkan VOC Belanda untuk menduduki negeri Mempawah. Pada tanggal 4 Mei 1826 Sultan Adam dari Banjar menyerahkan Jelai, Sintang dan Lawai (Kabupaten Melawi) kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda. Pada 1855, negeri Sambas dimasukan ke dalam wilayah Hindia Belanda mejadi Karesidenan Sambas.

Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal yang dimuat dalam STB 1938 No. 352, antara lain mengatur dan menetapkan bahwa ibukota wilayah administratif Gouvernement Borneo berkedudukan di Banjarmasin dibagi atas 2 Residentir, salah satu diantaranya adalah Residentie Westerafdeeling Van Borneo dengan ibukota Pontianak yang dipimpin oleh seorang Residen.

Pada tanggal 1 Januari 1957 Kalimantan Barat resmi menjadi provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956 tanggal 7 Desember 1956. Undang-undang tersebut juga menjadi dasar pembentukan dua provinsi lainnya di pulau terbesar di Nusantara itu. Kedua provinsi itu adalah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
[sunting] Kondisi Alam

Iklim di Kalimantan Barat beriklim tropik basah, curah hujan merata sepanjang tahun dengan puncak hujan terjadi pada bulan Januari dan Oktober suhu udara rata-rata antara 26,0 s/d 27,0 dan kelembaban rata-tara antara 80% s/d 90%.
[sunting] Sosial Kemasyarakatan
[sunting] Suku Bangsa

Daerah Kalimantan Barat dihuni oleh Penduduk Asli Dayak dan kaum pendatang lainnya dari Sumatra dan kaum urban dari tiongkok dan daerah di Indonesia lainnya. Suku Bangsa yang Dominan Besar yaitu Dayak ,Melayu dan Tionghoa, yang jumlahnya melebihi 90% penduduk Kalimantan Barat. Selain itu, terdapat juga suku-suku bangsa lain, antara lain Bugis, Jawa, Madura, Minangkabau, Sunda, Batak dan lain-lain yang jumlahnya dibawah 10%.

  * Suku Dayak terdiri dari: (1) Rumpun Kanayatn, (2) Rumpun Ibanic, (3) [[ Rumpun Bidoih (Kidoh-Madeh), (4) Rumpun Banuaka", (5) Rumpun Kayaanic, (6) Rumpun Uut Danum dan Kelompok Dayak yang mandiri atau tak mempunyai rumpun suku,

terdiri atas:

  1. Suku Iban (Ibanic)
  2. Suku Bidayuh (Bidoih)
  3. Suku Seberuang (Ibanic)
  4. Suku Mualang (Ibanic)
  5. Suku Kanayatn
  6. Suku Mali
  7. Suku Sekujam
  8. Suku Sekubang
  9. Suku Kantuk (Ibanic)
  10. Suku Ketungau (Ibanic)
  11. Suku Desa (Ibanic)
  12. Suku Hovongan (Kayanic)
  13. Suku Uheng Kereho (Kayanic)
  14. Suku Babak
  15. Suku Badat
  16. Suku Barai
  17. Suku Bugau (Ibanic)
  18. Suku Bukat (Kayanic)
  19. Suku Galik (Bidoih)
  20. Suku Gun (Bidoih)
  21. Suku Jangkang (Bidoih)
  22. Suku Kalis (Banuaka")
  23. Suku Kayan
  24. Suku Kayaan (Kayaanic)
  25. Suku Kede (Ibanic)
  26. Suku Keramai
  27. Suku Klemantan
  28. Suku Pos
  29. Suku Punti
  30. Suku Randuk
  31. Suku Ribun (Bidoih)
  32. Suku Cempedek
  33. Suku Dalam
  34. Suku Darok
  35. Suku Kopak
  36. Suku Koyon
  37. Suku Lara (Kanayatn)
  38. Suku Senunang
  39. Suku Sisang
  40. Suku Sintang
  41. Suku Suhaid (Ibanic)
  42. Suku Sungkung (Bidayuh)
  43. Suku Limbai
  44. Suku Mayau
  45. Suku Mentebak
  46. Suku Menyangka
  47. suku-suku sungai Mayuke
  48. Suku Sanggau
  49. Suku Sani
  50. Suku Sekajang
  51. Suku Selayang
  52. Suku Selimpat
  53. Suku Dusun
  54. Suku Embaloh (Banuaka")
  55. Suku Empayuh
  56. Suku Engkarong
  57. Suku Ensanang
  58. Suku Menyanya
  59. Suku Merau
  60. Suku Muara
  61. Suku Muduh
  62. Suku Muluk
  63. Suku Ngabang
  64. Suku Ngalampan
  65. Suku Ngamukit
  66. Suku Nganayat
  67. Suku Panu
  68. Suku Pengkedang
  69. Suku Pompang
  70. Suku Senangkan
  71. Suku Suruh
  72. Suku Tabuas
  73. Suku Taman
  74. Suku Tingui
  75. Rumpun Uut Danum di Kalimantan Barat: Dohoi, Cohie, Pangin, Limbai, Sebaung

  * Sak Senganan (Ibanic Moslem)
  * Suku Melayu

lain-lain:

  1. Suku Banjar
  2. Suku Pesaguan
  3. Suku Bugis
  4. Suku Sunda
  5. Suku Jawa
  6. Suku Madura
  7. Suku Minang
  8. Suku Batak
  9. dan lain-lain

  * Tionghoa

  1. Hakka
  2. Tiochiu
  3. dan lain-lain

[sunting] Bahasa

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang secara umum dipakai oleh masyarakat di Kalimantan Barat. Selain itu bahasa penghubung, yaitu bahasa Melayu Pontianak, Melayu Sambas dan Bahasa Senganan menurut wilayah penyebarannya. Demikian juga terdapat beragam jenis Bahasa Dayak, Menurut penelitian Institut Dayakologi terdapat 188 dialek yang dituturkan oleh suku Dayak dan Bahasa Tionghoa seperti Tiochiu dan Khek/Hakka. Dialek yang di masksudkan terhadap bahasa suku Dayak ini adalah begitu banyaknya kemiripannya dengan bahasa Melayu, hanya kebanyakan berbeda di ujung kata seperti makan (Melayu), makatn (Kanayatn), makai (Iban) dan makot (Melahui).

Khusus untuk rumpun Uut Danum, bahasanya boleh dikatakan berdiri sendiri dan bukan merupakan dialek dari kelompok Dayak lainnya. Dialeknya justru ada pada beberapa sub suku Dayak Uut Danum sendiri. Seperti pada bahasa sub suku Dohoi misalnya, untuk mengatakan makan saja terdiri dari minimal 16 kosa kata, mulai dari yang paling halus sampai ke yang paling kasar. Misalnya saja ngolasut (sedang halus), kuman (umum), dekak (untuk yang lebih tua atau dihormati), ngonahuk (kasar), monirak (paling kasar) dan Macuh (untuk arwah orang mati).

Bahasa Melayu di Kalimantan Barat terdiri atas beberapa jenis, antara lain Bahasa Melayu Pontianak dan Bahasa Melayu Sambas. Bahasa Melayu Pontianak sendiri memiliki logat yang sama dengan bahas Melayu Malaysia dan Melayu Riau.
[sunting] Agama

Mayoritas penduduk Kalimantan Barat memeluk agama Islam (35%), Katolik (28%), Protestan (10%), Buddha (6,4%), Hindu (0,2%), lain-lain (1,7%).
[sunting] Pendidikan

Perguruan Tinggi/Universitas yang ada di Kalimantan Barat antara lain:

  1. Universitas Tanjungpura
  2. Sekolah Tinggi Pastoral Santo Agustinus Keuskupan Agung Pontianak (STP ST. AGUSTINUS KAP)
  3. Politeknik Negeri Pontianak
  4. STIPER Panca Bhakti Pontianak
  5. STAIN Pontianak
  6. STMIK Pontianak
  7. Politeknik Kesehatan
  8. Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan PGRI Pontianak
  9. Universitas Muhammadiyah
  10. ASMI Pontianak
  11. ABA Pontianak
  12. Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Dharma
  13. Akademi Sekretari dan Manajemen Widya Dharma
  14. Akademi Bahasa Asing Widya Dharma
  15. Akademi Manajemen Informatika dan Komputer Widya Dharma
  16. Politeknik Tonggak Equator (POLTEQ)
  17. STIE Pontianak
  18. Universitas Pancabakti
  19. STIH Singkawang
  20. Universitas Kapuas, Sintang
  21. Unit Program Belajar Jarak Jauh Universitas Terbuka

[sunting] Batas wilayah

Provinsi Kalimantan Barat memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
Utara Sarawak, Malaysia Timur
Selatan Laut Jawa
Barat Laut Natuna, Selat Karimata dan Samudra Pasifik
Timur Provinsi Kalimantan Timur dan Provinsi Kalimantan Tengah
[sunting] Pemerintahan

Ibu kota Kalimantan Barat adalah kota Pontianak.
[sunting] Kabupaten dan Kota
No. Kabupaten/Kota Ibu kota
1 Kabupaten Bengkayang Bengkayang
2 Kabupaten Kapuas Hulu Putussibau
3 Kabupaten Kayong Utara Sukadana
4 Kabupaten Ketapang Ketapang
5 Kabupaten Kubu Raya Sungai Raya
6 Kabupaten Landak Ngabang
7 Kabupaten Melawi Nanga Pinoh
8 Kabupaten Pontianak Mempawah
9 Kabupaten Sambas Sambas
10 Kabupaten Sanggau Sanggau
11 Kabupaten Sekadau Sekadau
12 Kabupaten Sintang Sintang
13 Kota Pontianak -
14 Kota Singkawang -


[sunting] Daftar gubernur
No. Foto Nama Dari Sampai Keterangan
1. Adji Pangeran Afloes 1957 1958
2. Djenal Asikin Judadibrata 1958 1959
3. Johanes Chrisostomus Oevang Oeray 1960 1966
4. Soemardi, Bc. HK 1967 1972
5. Kol. Kadarusno 1972 1977
6. H. Soedjiman 1977 1987
7. Brigjen H. Parjoko Suryokusumo 1987 1993
8. Mayjen H. Aspar Aswin 1993 13 Januari 2003
9. Usman jafar.jpg Usman Ja'far 13 Januari 2003 14 Januari 2008
10. Drs Cornelis.jpg Drs.Cornelis MH 14 Januari 2008 sekarang


[sunting] Perekonomian
[sunting] Pertanian & Perkebunan

Kalimantan Barat memiliki potensi pertanian dan perkebunan yang cukup melimpah. Hasil pertanian Kalimantan Barat diantaranya adalah padi, jagung, kedelai dan lain-lain. Sedangkan hasil perkebunan diantaranya adalah karet, kelapa sawit, kelapa, lidah buaya dan lain-lain. Kebun kelapa sawit sampai Oktober 2010 sudah mencapai 592,000 ha. Kebun-kebun tersebut sebagian dibangun di hutan yang dikonversi menjadi lahan perkebunan. Kebun-kebun sawit menguntungkan pengusaha dan penguasa. Para petani peserta menderita sengsara. Pendapatan petani sawit binaan PTPN XIII hanya 6,6 ons beras per hari/orang. Sedangkan pengelolaan kebun dengan pola kemitraan hanya memberi 3,3 ons beras per hari/orang. Kondisi ini lebih buruk dari tanaman paksa (kultuurstelsel) jaman Hindia Belanda.[rujukan?]
[sunting] Seni dan Budaya
[sunting] Tarian Tradisional

Tari Monong/Manang/Baliatn, merupakan tari Penyembuhan yang terdapat pada seluruh masyarakat Dayak. tari ini berfungsi sebagai penolak/penyembuh/ penangkal penyakit agar si penderita dapat sembuh kembali penari berlaku seperti dukun dengan jampi-jampi. tarian ini hadir disaat sang dukun sedang dalam keadaan trance, dan tarian ini merupakan bagian dari upacara adat Bemanang/Balian.

Tari Pingan, Merupakan Tarian Tunggal pada masyarakat Dayak Mualang Kabupaten Sekadau yang di masa kini sebagai tari hiburan masyarakat atas rezeki/tuah/makanan yang diberikan oleh Tuhan. Tari ini menggunakan Pingan sebagai media atraksi dan tari ini berangkat dari kebudayaan leluhur di masa lalu yang berkaitan erat dengan penerimaan/penyambutan tamu/pahlawan.

Tari Jonggan merupkan tari pergaulan masyarakat Dayak Kanayatn di daerah Kubu Raya, Mempawah, Landak yang masih dapat ditemukan dan dinikmati secara visual, tarian ini meceritakan suka cita dan kebahagiaan dalam pergaulan muda mudi Dayak. Dalam tarian ini para tamu yang datang pada umumnya diajak untuk menari bersama.

Tari kondan merupakan tari pergaulan yang diiringi oleh pantun dan musik tradisional masyarakat Dayak Kabupaten sanggau kapuas, kadang kala kesenian kondan ini diiringi oleh gitar. kesenian kondan ini adalah ucapan kebahagiaan terhadap tamu yang berkunjung dan bermalam di daerahnya. kesenian ini dilakukan dengan cara menari dan berbalas pantun.

Kinyah Uut Danum, adalah tarian perang khas kelompok suku Dayak Uut Danum yang memperlihatkan kelincahan dan kewaspadaan dalam menghadapi musuh. Dewasa ini Kinyah Uut Danum ini banyak diperlihatkan pada acara acara khusus atau sewaktu menyambut tamu yang berkunjung. Tarian ini sangat susah dipelajari karena selain menggunakan Ahpang (Mandau) yang asli, juga karena gerakannya yang sangat dinamis, sehingga orang yang fisiknya kurang prima akan cepat kelelahan.

Tari Zapin pada masyarakat Melayu kalimantan Barat, Merupakan suatu tari pergaulan dalam masyarakat, sebagai media ungkap kebahagiaan dalam pergaulan. Jika ia menggunakan properti Tembung maka disebut Zapin tembung, jika menggunakan kipas maka di sebut Zapin Kipas.
[sunting] Alat Musik Tradisional

Gong/Agukng, Kollatung (Uut Danum) merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kuningan, merupakan alat musik yang multifungsi baik sebagai mas kawin, sebagai dudukan simbol semangat dalam pernikahan. maupun sebagai bahan pembayaran dalam hukum adat.

Tawaq (sejenis Kempul) merupakan alat musik untuk mengiringi tarian tradisional masyarakat Dayak secara umum. Bahasa Dayak Uut Danum menyebutnya Kotavak.

Sapek merupakan alat musik petik tradisional dari Kapuas hulu dikalangan masyarakat Dayak Kayaan Mendalam kabupaten Kapuas hulu. Pada masyarakat Uut Danum menyebutnya Konyahpik (bentuknya) agak berbeda sedikit dengan Sapek.

Balikan/Kurating merupakan alat musik petik sejenis Sapek, berasal dari Kapuas Hulu pada masyarakat Dayak Ibanik, Dayak Banuaka".

Kangkuang merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kayu dan berukir, terdapat pada masyarakat Dayak Banuaka Kapuas Hulu.

Keledik/Kedire merupakan alat musik terbuat dari labu dan bilah bambu di mainkan dengan cara ditiup dan dihisap, terdapat di daerah Kapuas Hulu. Pada suku Dayak Uut Danum di sebut Korondek.

Entebong merupakan alat musik Pukul sejenis Gendang yang banyak terdapat di kelompok Dayak Mualang di daerah Kabupaten Sekadau.

Rabab/Rebab, yaitu alat musik gesek, terdapat pada suku Dayak Uut Danum. Kohotong, yaitu alat musik tiup, terbuat dari dahan semacam pelepah tanaman liar di hutan seperti pohon enau. Sollokanong (beberapa suku Dayak lain menyebutnya Klenang) terbuat dari kuningan, bentuknya lebih kecil dari gong, penggunaannya harus satu set.

Terah Umat (pada Dayak Uut Danum) merupakan alat musik ketuk seperti pada gamelan Jawa. Alat ini terbuat dari besi (umat) maka di sebut Terah Umat.
[sunting] Senjata Tradisional

  * Mandau (Ahpang: sebutan Uut Danum) adalah sejenis Pedang yang memiliki keunikan tersendiri, dengan ukiran dan kekhasannya. Pada suku Dayak Uut Danum hulunya terbuat dari tanduk rusa yang diukir, sementara besi bahan Ahpang (Mandau) terbuat dari besi yang ditambang sendiri dan terdiri dari dua jenis, yaitu Bahtuk Nyan yang terkenal keras dan tajam sehingga lalat hinggap pun bisa putus tapi mudah patah dan Umat Motihke yang terkenal lentur, beracun dan tidak berkarat.[rujukan?]
  * Keris
  * Tumbak
  * Sumpit (Sohpot: sebutan Uut Danum)
  * Senapang Lantak
  * Duhung (Uut Danum)
  * Isou Bacou atau Parang yang kedua sisinya tajam (Uut Danum)
  * Lunjuk atau sejenis tumbak untuk berburu (Uut Danum)

[sunting] Sastra lisan

Beberapan sastra lisan yang ada di daerah ini antara lain:

  * Bekana merupakan cerita orang tua masa lalu yang menceritakan dunia khayangan atau Orang Menua Pangau (dewa-dewi) dalam mitologi Dayak Ibanik: Iban , Mualang, Kantuk, Desa dan lain-lain.
  * Bejandeh merupakan sejenis bekana tapi objek ceritanya beda.
  * Nyangahatn, yaitu doa tua pada masyarakat Dayak Kanayatn.

Pada suku Dayak Uut Danum, sastra lisannya terdiri dari Kollimoi (jaman kedua), Tahtum (jaman ketiga), Parung, Kandan dan Kendau. Pada jaman tertua atau pertama adalah kejadian alam semesta dan umat manusia. Pada sastra lisan jaman kedua ini adalah tentang kehidupan manusia Uut Danum di langit. Pada jaman ketiga adalah tentang cerita kepahlawanan dan pengayauan suku dayak Uut Danum ketika sudah berada di bumi, misalnya bagaimana mereka mengayau sepanjang sungai Kapuas sampai penduduknya tidak tersisa sehingga dinamakan Kopuas Buhang (Kapuas yang kosong atau penghuninya habis) lalu mereka mencari sasaran ke bagian lain pulau Kalimantan yaitu ke arah kalimantan Tengah dan Timur dan membawa nama-nama daerah di Kalimantan Barat, sehingga itulah mengapa di Kalimantan Tengah juga ada sungai bernama sungai Kapuas dan Sungai Melawi. Tahtum ini jika dilantunkan sesuai aslinya bisa mencapai belasan malam untuk satu episode, sementara Tahtum ini terdiri dari ratusan episode. Parung adalahsastra lisan sewaktu ada pesta adat atau perkawinan. Kandan adalah bahasa bersastra paling tinggi dikalangan kelompok suku Uut Danum (Dohoi, Soravai, Pangin, Siang, Murung dan lain-lain)yang biasa digunakan untuk menceritakan Kolimoi, Parung, Mohpash dan lain-lain. Orang yang mempelajari bahasa Kandan ini harus membayar kepada gurunya. Sekarang bahasa ini sudah hampir punah dan hanya dikuasai oleh orang-orang tua. Sementara Kendau adalah bahasa sastra untuk mengolok-olok atau bergurau.
[sunting] Tenun

Kain Tenun Tradisional terdapat di beberapa daerah, diantaranya:

  * Tenun Daerah Sambas
  * Tenun Belitang daerah Kumpang Ilong Kabupaten Sekadau
  * Tenun Ensaid Panjang Kabupaten Sintang
  * Tenun Kapuas Hulu

[sunting] Kerajinan Tangan

Berbagai macam kerajinan tangan dapat diperoleh dari daerah ini, misalnya:

  * Tikar Lampit, di Pontianak dan daerah Bengkayang, Sintang, Kapuas Hulu.
  * Ukir-ukiran, perisai, mandau dan lain-lain terdapat di Pontianak dan Kapuas Hulu.
  * Kacang Uwoi (tikar rotan bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.
  * Takui Darok (caping lebar bermotif) khas suku Dayak Uut Danum.

[sunting] Kue Tradisional

Kue-kue tradisional banyak dijumpai di tempat ini, misalnya:

  * Lemang, terbuat dari pulut di masukan ke dalam bambu, merupakan makanan tradisional masyarakat masa lampau yang kini masih dilestarikan.
  * Lemper, terbuat dari pulut yang di isi daging/kacang terdapat didaerah Purun merupakan makanan tradisional
  * Lepat, terbuat dari tepung yang di dalamnya di masukan pisang.
  * Jimut, kue tradisional pada masyarakat Dayak Mualang daerah Belitang Kabupaten Sekadau yang terbuat dari tepung yang dibentuk bulatan sebesar bola pimpong.
  * Lulun, sejenis lepat, yamg isimya gula merah, terdapat di daerah Belitang kab sekadau
  * Lempok, terdapat di pontianak dibuat dari Durian (hampir semua suku Dayak dan Melayu mempunyai kebiasaan membuat Lempok)
  * Tumpi', terdapat pada masyarakat Dayak kanayatn, yang terbuat dari bahan tepung.
  * Tehpung, kue tradisional pada dayak Uut Danum, terbuat dari beras pulut yang ditumbuk halus dan digoreng. Kue ini biasanya di buat pada acara adat, bentuknya ada yang seperti perahu, gong dan lain-lain.

[sunting] Masakan dan makanan Tradisional

Kuliner yang bisa kita dapatkan dari daerah ini adalah:

  * Masakan Asam Pedas di daerah Pontianak
  * Masakan Bubur Pedas di daerah Sambas
  * Kerupok basah, merupakan makanan khas Kapuas Hulu
  * Ale-ale, merupakan makanan khas Ketapang
  * Pansoh, yaitu masakan daging di dalam bambu pada masyarakat Dayak.
  * Mie Tiau, merupakan masakan khas Tionghoa Pontianak yang terdapat di kota Pontianak
  * Nasi Ayam dan Mie Pangsit, merupakan masakan khas penduduk Tionghoa Singkawang dan sekitarnya

[sunting] Referensi

  1. ^ Indonesia's Population: Ethnicity and Religion in a Changing Political Landscape. Institute of Southeast Asian Studies. 2003.

[sunting] Pranala luar

  * (id) Situs resmi Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat
  * (id) Portal Real Time Pertama Di Kalimantan Barat
  * (id) Profil Demografi Kalbar
  * (id) Profil Ekonomi Kalbar
  * (id) Profil Wisata Kalbar
  * (id) Ekonomi Regional Kalbar
  * (id) Statistik Regional Kalbar

[sembunyikan]
l • b • s
Kalimantan Barat
Pusat pemerintahan: Kota Pontianak

Kabupaten


Bengkayang • Kapuas Hulu • Kayong Utara • Ketapang • Kubu Raya • Landak • Melawi • Pontianak • Sambas • Sanggau • Sekadau • Sintang
 Lambang Provinsi Kalimantan Barat

Kota


Pontianak • Singkawang
Lihat pula: Daftar kabupaten dan kota Indonesia
[tampilkan]
l • b • s
Garuda Pancasila Provinsi di Indonesia

Sumatera


Aceh · Sumatera Utara · Sumatera Barat · Bengkulu · Riau · Kepulauan Riau · Jambi · Sumatera Selatan · Lampung · Kepulauan Bangka Belitung
 Bendera Republik Indonesia Bendera RI

Jawa


Jakarta · Jawa Barat · Banten · Jawa Tengah · Yogyakarta · Jawa Timur

Kalimantan


Kalimantan Barat · Kalimantan Tengah · Kalimantan Selatan · Kalimantan Timur

Nusa Tenggara


Bali · Nusa Tenggara Barat · Nusa Tenggara Timur

Sulawesi


Sulawesi Barat · Sulawesi Utara · Sulawesi Tengah · Sulawesi Selatan · Sulawesi Tenggara · Gorontalo

Maluku dan Papua


Maluku · Maluku Utara · Papua Barat · Papua

Provinsi bubar


Sumatera Tengah
Lihat pula: Daftar provinsi di Indonesia sepanjang masa · Daftar kabupaten dan kota Indonesia
Flag-map of Indonesia.png Artikel bertopik geografi Indonesia ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

Koordinat: 0°30′ LS 111°7′ BT
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Kalimantan_Barat"
Kategori: Kalimantan Barat | Kalimantan | Provinsi di Indonesia
Kategori tersembunyi: Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan | Artikel dengan pernyataan yang tidak disertai rujukan November 2010 | Rintisan bertopik geografi Indonesia
Peralatan pribadi

  * Masuk log / buat akun

Ruang nama

  * Halaman
  * Pembicaraan

Varian

Tampilan

  * Baca
  * Perubahan tertunda
  * Sunting
  * Versi terdahulu

Tindakan

  * ↑

Cari
Cari
Navigasi

  * Halaman Utama
  * Perubahan terbaru
  * Peristiwa terkini
  * Halaman sembarang

Komunitas

  * Warung Kopi
  * Portal komunitas
  * Bantuan

Wikipedia

  * Tentang Wikipedia
  * Pancapilar
  * Kebijakan
  * Menyumbang

Cetak/ekspor

  * Buat buku
  * Unduh sebagai PDF
  * Versi cetak

Kotak peralatan

  * Pranala balik
  * Perubahan terkait
  * Halaman istimewa
  * Pranala permanen
  * Kutip halaman ini

Bahasa lain

  * Acèh
  * العربية
  * Česky
  * Deutsch
  * English
  * Español
  * Eesti
  * فارسی
  * Suomi
  * Français
  * Hak-kâ-fa
  * Italiano
  * 日本語
  * Basa Jawa
  * Lietuvių
  * मराठी
  * Bahasa Melayu
  * Nederlands
  * Polski
  * Português
  * Русский
  * Basa Sunda
  * Svenska
  * Tiếng Việt
  * Winaray
  * 中文

  * Halaman ini terakhir diubah pada 22:05, 13 November 2010.
  * Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi/Berbagi Serupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku. Lihat Ketentuan Penggunaan untuk lebih jelasnya.

  * Kebijakan privasi
  * Tentang Wikipedia
  * Penyangkalan

  * Powered by MediaWiki
  * Wikimedia Foundation

lowongan penerimaan CPNS 2010

Lowongan Kerja Terbaru
Job Vacancy | Career | Informasi Lowongan Kerja CPNS, BUMN, Bank, dan Perusahaan Favorit | Scholarship and More
Home


Pengumuman Lowongan CPNS Pemprov. Kalbar Tahun 2010 – 2011
11.16.2010 · Posted in CPNS


P E N G U M U M A N
NO. 811/3504/BKD-C
T E N T A N G
SELEKSI / PENERIMAAN PENGADAAN CALON PEGAWAI NEGERI SIPIL DAERAH
DI LINGKUNGAN PEMERINTAH PROVINSI KALIMANTAN BARAT
FORMASI TAHUN 2010


Berdasarkan Surat Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia dan Reforamsi Birokrasi Republik Indonesia Nomor : B/2788/M.PAN-RB/10/2010 tanggal 29 Oktober 2010 tentang perstujuan rincian tambahan alokasi formasi CPNS Daerah tahun 2010, Diumumkan bahwa Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat mendapat tambahan formasi pegawai baru/calon pegawai negeri sipil daerah formasi tahun 2010 sebanyak 324 (tiga ratus dua pulub empat) untuk pelamar umum dan 10 (sepuluh) khusus untuk olahragawan dan pelatih olahraga berprestasi provinsi Kalimantan Barat sesuai kriteria yang telah ditentukan oleh Menteri Negara Pemuda dan Olah Raga Republik Indonesia

Silakan bagi yang berminat :
Persiapan Tes CPNS
Download Pengumuman Link 1
Download Pengumuman Link 2
Related Posts
Pengumuman Lowongan CPNS Pemkab Pemkot Kalbar Tahun 2010 – 2011
Pengumuman Lowongan CPNS Pemprov Riau Prov Tahun 2010 – 2011
Pengumuman Lowongan CPNS Lombok Timur Kab Tahun 2010 – 2011
Pengumuman Lowongan CPNS Sukabumi Kota Tahun 2010 – 2011
Lowongan Kerja CPNS Empat Lawang Kab Tahun 2010 – 2011
Cpns pemprov kalbar 2010
cpns kalbar november 2010
cpns pemprov kalbar
pemprov kalbar
penerimaan cpns pemprov kalbar 2010
formasi cpns pemprov kalbar
info cpns pemprov kalbar
formasi cpns kalbar
CPNS PROVINSI KALIMANTAN BARAT 2010
penerimaan cpns kalimantan barat
Share/Bookmark
Tags: cpns kalbar, cpns kalbar 2010, cpns pemprov kalbar, cpns provinsi kalbar, lowongan cpns kalbar

Previous Post: Pengumuman Lowongan CPNS Pemkab Pemkot Kalbar Tahun 2010 – 2011
Next Post: Pengumuman Lowongan CPNS Kota Pontianak Tahun 2010 – 2011
Related Sites

Penerimaan CPNS Pemprov Pemkab Pemkot 2010 2011 Scholarships Info

2 Okt 2010 Info penerimaan pendaftaran rekrutmen CPNS Pemprov Pemerintah Provinsi Propinsi seluruh Indonesia Tahun 2010 2011 Pengumuman Lowongan kerja..... Read more >>
Related : Penerimaan CPNS Pemprov Pemkab Pemkot 2010 2011 Scholarships Info
Lowongan CPNS Pemprov Kalbar Tahun 2010 My Name is Faisal Saleh

17 Nov 2010 Blog Informasi Lowongan Kerja CPNS 2010 2011 BUMN Beasiswa Lowongan CPNS Pemprov Kalbar Tahun 2010 P E N G U M U M A N..... Read more >>
Related : Lowongan CPNS Pemprov Kalbar Tahun 2010 My Name is Faisal Saleh
Seleksi Penerimaan CPNS Pemkab Pemkot Kalbar Tahun 2010 2011

2 Okt 2010 Info penerimaan pendaftaran rekrutmen CPNS Pemprov Pemerintah Provinsi Propinsi seluruh Indonesia Tahun 2010 2011 Pengumuman Lowongan kerja..... Read more >>
Related : Seleksi Penerimaan CPNS Pemkab Pemkot Kalbar Tahun 2010 2011
Pengumuman Lulus CPNS Kalimantan Barat Kalbar 2009 2010

7 Des 2009 Lowongan CPNS BUMN 2010 2011 Info Lowongan Kerja CPNS BUMN bank 2009 2010 2010 Lowongan CPNS ANRI Pemprov DKI dan Hasil Seleksi CPNS Depkeu BNPB Kemenpora Barat Kalbar untuk formasi pelamar tahun 2009 2010..... Read more >>
Related : Pengumuman Lulus CPNS Kalimantan Barat Kalbar 2009 2010
Recent Posts
Lowongan Home Loan Sales Officer BII (Exp : 29 Desember 2010)
Career Opportunities Hana Bank (Exp : December 29, 2010)
Pengumuman Hasil Seleksi CPNS Kab Bangka Tahun 2010
Pengumuman Hasil Seleksi CPNS Kab Belitung Tahun 2010
Cashier (CSR) — PT Rice Bowl Indonesia — Lampung
Pengumuman Hasil Akhir Tes CPNS PU Tahun 2010
Supervisor Landscape and Maintenance — PT San Diego Hills — Jakarta Raya
Lowongan Kerja Tvone (Exp : 30 November 2010)
Lowongan Kerja Kompas (Exp : 12 Desember 2010)
Danone Aqua Job Vacancies December 2010
Lowongan Kerja PT. BCA Finance (Exp : 20 Desember 2010)
Sponsored Links


Recomended


Rahasia CPNS 2010

Peluang Bisnis Online




Ads Powered by:KumpulBlogger.com

Categories

Archives

Blogroll
Another Jobs
Sumber Artikel Pdf
WordPress Plugins
Recent Search
penerimaan cpns di provinsi kalimantan barat
tes wawancara cpns
info cpns sumbar
lowongan magang mahasiswa 2011
cpns tulungagung 2010
lowongan kerja di perusahaan malang november 2010
contoh surat keterangan belum menikah
pengumuman seleksi administratif cpnsd kabupaten bogor 2010
loker dosen
pengangkatan cpns MK kategori 2 honorer november 2010
Stats

BUDAYA DIRI DAYAK

Budaya Diri Dayak

diri urakng dayak ame sampe lupa ka' budaya diri. ame tabe matakant budaya diri ka urakng. lestariant budaya diri, sabab nang koalah budaya diri urakng dayak
Halaman Depan
Foto Diri
Carita Diri
Seni diri

kita uga bisa nambah ilamu kapintaran ka www.philipus.co.cc , kita uga bisa nonton TV online. ina paralu TV man Antena nang Mahal raganya, cukup Klik Ka dian't
Minggu, 17 Oktober 2010
Seni Tradisional Dayak
Seni Tradisional Dayak
Daftar isi
[sembunyikan]
1 Sejarah
1.1 Asal Usul
2 Pembagian Ciri Tari Dayak
2.1 Berdasarkan wilayah penyebaran di Kalimantan Barat
3 Latar belakang Tari Ajat Temuai Datai
3.1 Latar belakang
[sunting] Sejarah
[sunting] Asal Usul

Dayak merupakan sebutan bagi penduduk asli pulau Kalimantan. Pulau kalimantan terbagi berdasarkan wilayah Administratif yang mengatur wilayahnya masing-masing terdiri dari: Kalimantan Timur ibu kotanya Samarinda, Kalimantan Selatan dengan ibu kotanya Banjarmasin, Kalimantan Tengah ibu kotanya Palangka Raya, dan Kalimantan Barat ibu kotanya Pontianak.

Kelompok Suku Dayak, terbagi lagi dalam sub-sub suku yang kurang lebih jumlahnya 405 sub (menurut J. U. Lontaan, 1975). Masing-masing sub suku Dayak di pulau Kalimantan mempunyai adat istiadat dan budaya yang mirip, merujuk kepada sosiologi kemasyarakatannya dan perbedaan adat istiadat, budaya, maupun bahasa yang khas. Masa lalu masyarakat yang kini disebut suku Dayak, mendiami daerah pesisir pantai dan sungai-sungai di tiap-tiap pemukiman mereka.

Etnis Dayak Kalimantan menurut seorang antropologi J.U. Lontaan, 1975 dalam Bukunya Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat, terdiri dari 6 suku besar dan 405 sub suku kecil, yang menyebar di seluruh Kalimantan. Kuatnya arus urbanisasi yang membawa pengaruh dari luar,seperti melayu menyebabkan mereka menyingkir semakin jauh ke pedalaman dan perbukitan di seluruh daerah Kalimantan.

Mereka menyebut dirinya dengan kelompok yang berasal dari suatu daerah berdasarkan nama sungai, nama pahlawan, nama alam dan sebagainya. Misalnya suku Iban asal katanya dari ivan (dalam bahasa kayan, ivan = pengembara) demikian juga menurut sumber yang lainnya bahwa mereka menyebut dirinya dengan nama suku Batang Lupar, karena berasal dari sungai Batang Lupar, daerah perbatasan Kalimantan Barat dengan Serawak, Malaysia. Suku Mualang, diambil dari nama seorang tokoh yang disegani (Manok Sabung/algojo) di Tampun Juah dan nama tersebut diabadikan menjadi sebuah nama anak sungai Ketungau di daerah Kabupaten Sintang (karena suatu peristiwa) dan kemudian dijadikan nama suku Dayak Mualang. Dayak Bukit (Kanayatn/Ahe) berasal dari Bukit/gunung Bawang. Demikian juga asal usul Dayak Kayan, Kantuk, Tamambaloh, Kenyah, Benuag, Ngaju dan lain-lain, yang mempunyai latar belakang sejarah sendiri-sendiri.

Namun ada juga suku Dayak yang tidak mengetahui lagi asal usul nama sukunya. Nama "Dayak" atau "Daya" adalah nama eksonim (nama yang bukan diberikan oleh mayarakat itu sendiri) dan bukan nama endonim (nama yang diberikan oleh masyarakat itu sendiri). Kata Dayak berasal dari kata Daya” yang artinya hulu, untuk menyebutkan masyarakat yang tinggal di pedalaman atau perhuluan Kalimantan umumnya dan Kalimantan Barat khususnya, (walaupun kini banyak masyarakat Dayak yang telah bermukim di kota kabupaten dan propinsi) yang mempunyai kemiripan adat istiadat dan budaya dan masih memegang teguh tradisinya.

Kalimantan Tengah mempunyai problem etnisitas yang sangat berbeda di banding Kalimantan Barat. Mayoritas ethnis yang mendiami Kalimantan Tengah adalah ethnis Dayak, yang terbesar suku Dayak Ngaju, Ot Danum, Maanyan, Dusun, dsb. Sedangkan agama yang mereka anut sangat variatif. Dayak yang beragama Islam di Kalimantan Tengah, tetap mempertahankan ethnisnya Dayak, demikian juga bagi Dayak yang masuk agama Kristen. Agama asli suku Dayak di Kalimantan Tengah adalah Kaharingan, yang merupakan agama asli yang lahir dari budaya setempat sebelum bangsa Indonesia mengenal agama pertama yakni Hindu. Karena Hindu telah meyebar luas di dunia terutama Indonesia dan lebih dikenal luas, jika dibandingkan dengan agama suku Dayak, maka Agama Kaharingan dikategorikan ke cabang agama Hindu.

Propinsi Kalimantan Barat mempunyai keunikan tersendiri terhadap proses alkurturasi cultural atau perpindahan suatu culture religius bagi masyarakat setempat. Dalam hal ini proses tersebut sangat berkaitan erat dengan dua suku terbesar di Kalimantan Barat yaitu Dayak,Melayu dan Tiongkok. Pada mulanya Bangsa Dayak mendiami pesisir Kalimantan Barat, hidup dengan tradisi dan budayanya masing-masing, kemudian datanglah pedagang dari gujarab beragama Islam (Arab Melayu) dengan tujuan jual-beli barang-barang dari dan kepada masyarakat Dayak, kemudian karena seringnya mereka berinteraksi, bolak-balik mengambil dan mengantar barang-barang dagangan dari dan ke Selat Malaka (merupakan sentral dagang di masa lalu), menyebabkan mereka berkeinginan menetap di daerah baru yang mempunyai potensi dagang yang besar bagi keuntungan mereka.

Hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi masyarakat Dayak ketika bersentuhan dengan pendatang yang membawa pengetahuan baru yang asing ke daerahnya. Karena sering terjadinya proses transaksi jual beli barang kebutuhan, dan interaksi cultural, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, di kunjungi masyarakat lokal (Dayak) dan pedagang Arab Melayu dari Selat Malaka. Di masa itu system religi masyarakat Dayak mulai terpengaruh dan dipengaruhi oleh para pedagang Melayu yang telah mengenal pengetahuan, pendidikan dan agama Islam dari luar Kalimantan. Karena hubungan yang harmonis terjalin baik, maka masyarakat lokal atau Dayak, ada yang menaruh simpati kepada pedagang Gujarat tersebut yang lambat laun terpengaruh, maka agama Islam diterima dan dikenal pada tahun 1550 M di Kerajaan Tanjung Pura pada penerintahan Giri Kusuma yang merupakan kerajan melayu dan lambat laun mulai menyebar di Kalimantan Barat.

masyarakat Dayak masih memegang teguh kepercayaan dinamismenya, mereka percaya setiap tempat-tempat tertentu ada penguasanya, yang mereka sebut: Jubata, Petara, Ala Taala, Penompa dan lain-lain, untuk sebutan Tuhan yang tertinggi, kemudian mereka masih mempunyai penguasa lain dibawah kekuasaan Tuhan tertingginya: misalnya: Puyang Gana ( Dayak mualang) adalah penguasa tanah , Raja Juata (penguasa Air), Kama”Baba (penguasa Darat),Jobata,Apet Kuyan'gh(Dayak Mali) dan lain-lain. Bagi mereka yang masih memegang teguh kepercayaan dinamisme nya dan budaya aslinya nya, mereka memisahkan diri masuk semakin jauh kepedalaman.

adapun segelintir masyarakat Dayak yang telah masuk agama Islam oleh karena perkawinan lebih banyak meniru gaya hidup pendatang yang dianggap telah mempunyai peradaban maju karena banyak berhubungan dengan dunia luar. (Dan sesuai perkembangannya maka masuklah para misionaris dan misi kristiani/nasrani ke pedalaman). Pada umumnya masyarakat Dayak yang pindah agama Islam di Kalimantan Barat dianggap oleh suku dayak sama dengan suku melayu. Suku Dayak yang masih asli (memegang teguh kepercayaan nenek moyang) di masa lalu, hingga mereka berusaha menguatkan perbedaan, suku dayak yang masuk Islam(karena Perkawinan dengan suku Melayu) memperlihatkan diri sebagai suku melayu.banyak yang lupa akan identitas sebagai suku dayak mulai dari agama barunya dan aturan keterikatan dengan adat istiadatnya. Setelah penduduk pendatang di pesisir berasimilasi dengan suku Dayak yang pindah(lewat perkawinan dengan suku melayu) ke Agama Islam,agama islam lebih identik dengan suku melayu dan agama kristiani atau kepercayaan dinamisme lebih identik dengan suku Dayak.sejalan terjadinya urbanisasi ke kalimantan, menyebabkan pesisir Kalimantan Barat menjadi ramai, karena semakin banyak di kunjungi pendatang baik local maupun nusantara lainnya.

Untuk mengatur daerah tersebut maka tokoh orang melayu yang di percayakan masyarakat setempat diangkat menjadi pemimpin atau diberi gelar Penembahan (istilah yang dibawa pendatang untuk menyebut raja kecil ) penembahan ini hidup mandiri dalam suatu wilayah kekuasaannya berdasarkan komposisi agama yang dianut sekitar pusat pemerintahannya, dan cenderung mempertahankan wilayah tersebut. Namun ada kalanya penembahan tersebut menyatakan tunduk terhadap kerajaan dari daerah asalnya, demi keamanan ataupun perluasan kekuasaan.

Masyarakat Dayak yang pindah ke agama Islam ataupun yang telah menikah dengan pendatang Melayu disebut dengan Senganan, atau masuk senganan/masuk Laut, dan kini mereka mengklaim dirinya dengan sebutan Melayu. Mereka mengangkat salah satu tokoh yang mereka segani baik dari ethnisnya maupun pendatang yang seagama dan mempunyai karismatik di kalangannya, sebagai pemimpin kampungnya atau pemimpin wilayah yang mereka segani.
[sunting] Pembagian Ciri Tari Dayak
[sunting] Berdasarkan wilayah penyebaran di Kalimantan Barat

Bangsa Dayak di Kalimantan Barat terbagi berdasarkan sub-sub ethnik yang tersebar diseluruh kabupaten di Kalimantan Barat. Berdasarkan Ethno Linguistik dan cirri cultural gerak tari Dayak di Kalimantan Barat menjadi 4 kelompok besar, 1 kelompok kecil yakni:
Kendayan / Kanayatn Grop : Dayak Bukit (ahe), Banyuke, Lara, Darit, Belangin, Bakati” dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Pontianak, Kabupaten Landak, Kabupaten Bengkayang, dan sekitarnya.mempunyai gerak tari, enerjik, stakato, keras.
Ribunic / Jangkang Grop/ Bidoih / Bidayuh : Dayak Ribun, Pandu, Pompakng, Lintang, Pangkodatn, Jangkang, Kembayan, Simpakng, dll. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sanggau Kapuas, mempunyai ciri gerak tangan membuka, tidak kasar dan halus.
Iban / Ibanic : Dayak Iban dan sub-sub kecil lainnya, Mualang, Ketungau, Kantuk, Sebaruk, Banyur, Tabun, Bugau, Undup, Saribas, Desa, Seberuang, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Sambas (perbatasan), Kabupaten Sanggau / malenggang dan sekitarnya (perbatasan) Kabupaten Sekadau (Belitang Hilir, Tengah, Hulu) Kabupaten Sintang, Kabupaten Kapuas Hulu, Serawak, Sabah dan Brunai Darusalam. mempunyai ciri gerak pinggul yang dominan, tidak keras dan tidak terlalu halus.
Banuaka" Grop : Taman, Tamambaloh dan sub nya, Kalis, dan sebagainya. Wilayah penyebarannya di Kabupaten Kapuas Hulu.ciri gerak mirif kelompok ibanic, tetapi sedikit lebih halus.
Kayaanik, punan, bukat dll.

Selain terbagi menurut ethno linguistik yang terdata menurut jumlah besar groupnya, masih banyak lagi yang belum teridentifikasikan gerak tarinya, karena menyebar dan berpencar dan terbagi menjadi suku yang kecil-kecil. Misalnya Dayak Mali / ayek-ayek, terdapat dialur jalan tayan kearah kab. ketapang. kemudian Dayak Kabupaten Ketapang,Daerah simpakng seperti Dayak Samanakng dan Dayak Kualan, daerah Persaguan, Kendawangan, daerah Kayong, Sandai, daerah Krio, Aur kuning. Daerah Manjau dsb.

Kemudian Dayak daerah Kabupaten Sambas, yaitu Dameo / Damea, Sungkung daerah Sambas dan Kabupaten Bengkayang dan sebagainya. Kemudian daerah Kabupaten Sekadau kearah Nanga Mahap dan Nanga Taman, Jawan, Jawai, Benawas, Kematu dan lain-lain. Kemudian Kabupaten Melawi, yaitu: dayak Keninjal(mayoritas tanah pinoh;antara lain desa ribang rabing, ribang semalan, madya raya, rompam, ulakmuid, maris dll)dayak Kebahan (antara lain desa:poring,nusa kenyikap, Kayu Bunga, dll yang memiliki tari alu dan tari belonok kelenang yang hampir punah), dayak Linoh (antara lain desa:Nanga taum,sebagian ulak muid, mahikam dll), dayak pangen (Jongkong, sebagian desa balaiagas dll), dayak kubing (antara lain desa sungai bakah/sungai mangat,nyanggai,nanga raya dll),dayak limai (antara lain desa tanjung beringin,tain, menukung, ela dll), dayak undau, dayak punan, dayak ranokh/anokh (antara lain sebagian di desa batu buil, sungai raya dll), dayak sebruang (antara lain didesa tanjung rimba, piawas dll),dayak Ot Danum ( masuk kelompok kal-teng), Leboyan.
[sunting] Latar belakang Tari Ajat Temuai Datai
[sunting] Latar belakang

"Ajat Temuai Datai" diangkat dari bahasa Dayak Mualang (Ibanic Group), yang tidak dapat diartikan secara langsung, karna terdapat kejanggalan jika di diartikan kata per kata. Tetapi maksudnya adalah Tari menyambut tamu, bertujuan untuk penyambutan tamu yang datang atau tamu agung (diagungkan). Awal lahirnya kesenian ini yakni dari masa pengayauan / masa lampau, diantara kelompok-kelompok suku Dayak. Mengayau, berasal dari kata me – ngayau, yang berarti musuh (bahasa Dayak Iban). Tetapi jika mengayau mengandung pengertian khusus yakni suatu tindakan yang mencari kelompok lainnya (musuh) dengan cara menyerang dan memenggal kepala lawannya. Pada masyarakat Dayak Mualang dimasa lampau para pahlawan yang pulang dari pengayauan dan menang dan membawa bukti perang berupa kepala manusia, merupakan tamu yang agung serta dianggap sebagai seorang yang mampu menjadi pahlawan bagi kelompoknya. Oleh sebab itu diadakanlah upacara “Ajat Temuai Datai”. Masyarakat Dayak percaya bahwa pada kepala seseorang menyimpan suatu semangat ataupun kekuatan jiwa yang dapat melindungi si empunya dan sukunya. Menurut J, U. Lontaan (Hukum Adat dan Adat Istiadat Kalimantan Barat 1974), ada empat tujuan dalam mengayau yakni: untuk melindungi pertanian, untuk mendapatkan tambahan daya jiwa, untuk balas dendam, dan sebagai daya tahan berdirinya suatu bangunan. Setelah mendapatkan hasil dari mengayau, para pahlawan tidak boleh memasuki wilayah kampungnya, tetapi dengan cara memberikan tanda dalam bahasa Dayak Mualang disebut Nyelaing (teriakan khas Dayak) yang berbunyi Heeih !, sebanyak tujuh kali yang berarti pahlawan pulang dan menang dalam pengayauan dan memperoleh kepala lawan yang masih segar. Jika teriakan tersebut hanya tiga kali berarti para pahlawan menang dalam berperang atau mengayau tetapi jatuh korban dipihaknya. Jika hanya sekali berarti para pahlawan tidak mendapatkan apa-apa dan tidak diadakan penyambutan khusus. Setelah memberikan tanda nyelaing, para pengayau mengirimkan utusan untuk menemui pimpinan ataupun kepala sukunya agar mempersiapkan acara penyambutan. Proses penyambutan ini, melalui tiga babak yakni: Ngiring Temuai (mengiringi tamu ataupun memandu tamu) sampai kedepan Rumah Panjai (rumah panggung yang panjang) proses ngiring temuai ini dilakukan dengan cara menari dan tarian ini dinamakan tari Ajat (penyambutan). Kemudian kepala suku mengunsai beras kuning (menghamburkan beras yang dicampur kunir / beras kuning) dan membacakan pesan atau mantera sebagai syarat mengundang Senggalang burong (burung keramat / burung petuah penyampai pesan kepada Petara atau Tuhannya). Babak yang kedua yakni mancung buloh (menebaskan mandau atau parang guna memutuskan bambu), berarti bambu sengaja dibentangkan menutupi jalan masuk ke rumah panjai dan para tamu harus menebaskan mandaunya untuk memutuskan bambu tersebut sebagai simbol bebas dari rintangan yang menghalangi perjalanan tamu itu. Babak yang ketiga adalah Nijak batu (menginjakkan tumitnya menyentuh sebuah batu yang direndam didalam air yang telah dipersiapkan), sebagai simbol kuatnya tekad dan tinginya martabat tamu itu sebagai seorang pahlawan yang disegani. Air pada rendaman batu tersebut diteteskan pada kepala tamu itu sebagai simbol keras dan kuatnya semangat dari batu itu diteladani oleh pahlawan atau tamu yang disambut. Babak keempat yakni Tama’ Bilik (memasuki rumah panjai), setelah melalui prosesi babak diatas, maka tamu diijinkan naik ke rumah panjang dengan maksud menyucikan diri dalam upacara yang disebut Mulai Burung (mengembalikan semangat perang / mengusir roh jahat).
Diposkan oleh philipus di 16.51 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz
Label: Kesenian Diri
Sabtu, 16 Oktober 2010
Upacara Upacara dalam masyarakat Dayak
Upacara Upacara dalam masyarakat Dayak
Upacara dalam masyarakat Dayak Kanayatn tidak dapat dipisahkan dari sistem kepercayaan dan religi. Perwujudannya direalisasikan melalui berbagai ritus atau upacara ritual, agar mereka memperoleh pertolongan roh gaib, roh para leluhur, dan Jubata. Upacara dalam konsep kepercayaan seperti itu dimaksudkan sebagai pembuktian keyakinan terhadap Jubata sekaligus pemantapannya. Ia merupakan transpormasi hubungan manusia dengan alam gaib sebagaimana tergambar dalam setiap prosesi upacara. Di sinilah masyarakat memperjelas dan mempertegas konsep tentang apa yang mereka yakini dan adat yang mereka jalankan. Usaha memperjelas itu dilalui dengan tindakan, mantra-mantra, nyanyian, musik dan tari, sampai pada penuangan simbol-simbol tertentu. Konsep seperti ini akhirnya membawa posisi religi lebih mendominasi dalam kehidupan mereka. Mereka membagi upacara-upacara tersebut menjadi beberapa macam sebagai beikut.

a. Upacara yang Berkaitan dengan Inisiasi

1) Upacara sebelum perkawinan.
Biasanya sebelum upacara pernikahan diadakan, terlebih dahulu pihak keluarga melakukan Bahaupm (musyawarah). Pada upacara ini calon mempelai laki-laki dan mempelai perempuan akan menentukan apakah suami ikut istri atau sebaliknya.

2) Upacara Ngaladakng Buntikng
Upacara ini dilaksanakan di kamar suami istri pada saat hamil 3 bulan. Upacara ini dilakukan dengan maksud menghindari keguguran, terutama saat hamil pertama.

3) Upacara Batalah
Upacara Batatah, yaitu upacara untuk memberi nama pada bayi yang baru lahir. Upacara ini dilakukan setelah tiga atau tujuh hari kelahiran bayi yang didahului dengan prosesi pemandian bayi. Apabila upacara ini dilakukan pada hari ketiga setelah kelahiran bayi, maka upacara ini harus disertai dengan penyembelihan seekor ayam untuk selamatan. Bila upacara dilaksanakan pada hari ketujuh, maka disembelih seekor babi untuk perjamuan dan balas jasa yang menolong kelahiran.

4). Upacara Batenek
Batenek adalah upacara melubangi telinga anak perempuan. Upacara ini dilakukan setelah anak berumur antara dua sampai tiga tahun.

5) Upacara Babalak
Babalak adalah upacara penyunatan anak laki-laki di bawah usia sepuluh tahun. Upacara ini masih tetap dijalankan walaupun orang Dayak masih memegang kuat kepercayaan lama. Dalam upacara ini biasanya disembelih tiga ekor babi dan dua belas ekor ayam. Bagi keluarga yang tidak mampu, perayaannya dapat digabungkan dengan keluarga lain yang mampu, namun harus menyumbang seekor ayam, tiga kilogram beras sunguh (beras biasa), dan tiga kilogram beras pulut (ketan).

6) Upacara adat Karusakatn.
Karusakatn adalah upacara yang berhubungan dengan kematian. Bagi orang Dayak Kanayatn, orang yang meninggal harus dikuburkan paling lama satu malam setelah meninggal. Upacara kematian ini terdiri atas beberapa bagian, yaitu:
(a) Upacara adat Basubur, yakni upacara untuk memberi makan orang yang telah meninggal;
(b) Upacara Barapus, yaitu upacara yang dilakukan tiga hari setelah pemakaman untuk memberitahukan kepada orang yang meninggal bahwa ia telah meninggal dunia;
(c) Upacara Malahi, yaitu upacara yang dilakukan di tengah ladang seperti orang yang meninggal itu melakukan sesuatu, seperti mengerjakan ladang atau sedang panen. Pelaksanaan upacara ini bertujuan agar arwah orang yang meninggal tidak mengganggu ladang;
(d) Upacara Ngalapasatn tahun mati, yakni upacara untuk melepas arwah orang yang telah meninggal setelah tiga tahun. Jika belum genap tiga tahun, maka keluarga orang yang meninggal harus memberi sesaji setiap ada upacara adat.


b. Upacara yang Berkaitan dengan Pertanian

Masyarakat Dayak Kanayatn merupakan masyarakat agraris, yaitu masyarakat yang menggantungkan hidupnya dari pertanian. Sebagai masyarakat petani, orang Dayak Kanayatn memiliki beberapa tradisi yang berkaitan dengan siklus pertanian selama satu tahun, yang dkenal dengan adat bahuma batahutn. Menurut aturan adat dikenal sejumlah upacara yang dilakukan pada setiap tahapan pertanian. Tahap-tahap pertanian ini dimulai setiap bulan Juni sampai bulan April. Adapun urutan upacara yang dilakukan adalah sebagai berikut.

1) Upacara Nabo’ Panyugu Nagari
Sebelum membuka suatu lahan pertanian, pertama-tama seluruh penduduk desa harus meminta ijin bersama-sama dengan cara berdoa di Panyugu (tempat ibadat) ketemenggungan. Agar doa ini terkabul, maka penduduk harus bapantang (menjalankan pantang) selama tiga hari tiga malam. Selama masa bapantang itu masyarakat tidak boleh bekerja, tidak makan daging, pakis, rebung, cendawan, dan keladi. Mereka juga tidak boleh mengeluarkan kata-kata kotor atau umpatan yang dapat menyebabkan bapantang itu gagal.

2) Upacara Nabo’ Panyugu Tahutn
Upacara ini dilakukan untuk menetapkan lokasi pertanian dengan sembahyang di Panyugu untuk memohon keselamatan dan berkah yang baik. Hal ini dilakukan karena masyarakat Dayak Kanayatn parcaya bahwa keberhasialan ritual dapat menentukan keberhasilan panen mereka tahun itu.

3) Upacara Ngawah
Upacara ini dilakukan malam hari untuk mencari tempat yang cocok untuk menanam padi. Pencarian lahan dilakukan dengan cara mengetahui gajala-gejala alam seperti bunyi burung dan binatang yang dapat memberi petunjuk kepada mereka dalam menentukan lahan pertanian. Adapun binatang-binatang itu, seperti kunikng, kalingkoet, tampi’ seak, ada’atn. Jika terdengar bunyi di atas bukit, berarti pertanian di dataran tinggi akan berhasil (ladang), namun bila bunyi berasal dari lembah, maka hal itu merupakan tanda pertanian ladang akan suram. Bila ditemukan bangkai binatang di atas lahan pertanian, menandakan bahwa lahan yang sudah ditentukan itu baik untuk ditanami.

4) Upacara Mandangar Rasi
Upacara ini dilakukan setelah upacara Ngawah. Upacara ini merupakan tanda bunyi dari alam yang menyatakan baik atau buruk hasil pertanian nanti (pesan rasi). Apabila pesan rasi dianggap baik, maka pekerjaan diteruskan, sebaliknya bila pesan dari rasi tidak baik, maka pekerjaan harus dihentikan.

5) Kegiatan Ngaratas
Ngaras merupakan kegiatan membuat lajur batas atas lahan pertanian dengan lahan tetangga. Setelah itu barulah bahuma (menebas) hutan sampai dengan selesai. Hal ini dilakukan untuk menghindari kesalahpahaman dan agar tidak terjadi pengambilan batas tanah ladang orang lain.

6) Nabakng
Nabakng adalah upacara menebang pohon setelah kegiatan menebas. Setelah itu dilakukan upacara baremah dengan membuat persembahan untuk Jubata, agar diperbolehkan memakai lahan pertanian atau ladang yang akan digarap. Bila ada pohon besar, maka pohon tersebut tidak ditebang, melainkan hanya dikurangi cabang-cabangnya. Orang Dayak Kanayatn percaya bahwa pohon besar biasanya dihinggapi burung tingkakok atau burung berkat padi yang menjaga dan menimbang buah padi, sehingga pada waktu panen nanti akan mendapat padi yang baik (berisi) dan melimpah.

7) Ngarangke Raba’
Ngarangke Raba’ adalah upacara mengeringkan tebasan dan tebangan dalam beberapa waktu untuk kemudian dibakar. Sebelum dibakar dilakukan ngaraki’ yaitu membersihkan daerah sekeliling yang akan dibakar untuk pencegahan merambatnya api secara luas. Upacara ini dilakukan untuk meminta berkah pada roh pelindung sebelum pekerjaan selanjutnya dilaksanakan.

8) Membuat Solor atau Jaujur
Upacara ini adalah upacara pembuatan tanda batas antara ladang milik sendiri dengan ladang tetangga agar jangan sampai terjadi kesalahpahaman karena kesalahan pemakaian batas tanah garapan.

9) Upacara Batanam Padi
Upacara Batanam padi ini terdiri dari: (a) Upacara Ngalabuhan, yakni upacara memulai tanam padi; (b) Upacara Ngamala Lubakng Tugal. Upacara ini dilakukan di sawah atau ladang secara intensif agar padi yang ditanam dapat tumbuh dengan baik, berhasil dan tidak diganggu hama; (c) Upacara Ngiliratn penyakit padi atau menghanyutkan padi-padi bekas gigitan hama maupun binatang ke sungai dengan maksud membuang sial (penyakit).

10) Upacara Ngabati
Upacara ini dilaksanakan di tengah ladang pada saat hendak panen padi atau saat padi menguning. Upacara ini merupakan permohonan agar padi yang telah menguning tersebut tidak diganggu hama tikus dan agar semua padi berisi, sehingga bila panen tiba hasilnya banyak.

11) Upacara Naik Dango
Upacara Naik Dango merupakan upacara inti dari beberapa tahapan upacara yang berkaitan dengan panen padi (pesta penen). Upacara ini merupakan upacara syukuran padi yang dilaksanakan masyarakat Dayak Kanayatn setiap setahun sekali pada tanggal 27 April. Pelaksanaannya dilakukan secara bergiliran setiap kecamatan di Kabupaten Landak. Upacara ini merupakan upacara besar yang banyak melibatkan masyarakat dan kesenian di dalamnya.
Diposkan oleh philipus di 19.49 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz
Label: Budaya Diri
Baremah
Baremah





baremah merupakan salah satu adat budaya dayak yang masih eksis sampai sekarang ini. baremah ini tidak hanya dipakai oleh orang dayak yang tinggal dipedalaman, tetapi juga yang sudah tinggal dikota-kota. walaupun sudah tinggal dikota mereka tetap menggunakan budaya Baremah ini, karena mereka masih menjunjung tinggi budaya yang mereka miliki.
Diposkan oleh philipus di 19.28 0 komentar Kirimkan Ini lewat Email
BlogThis!
Berbagi ke Twitter
Berbagi ke Facebook
Berbagi ke Google Buzz
Beranda
Langgan: Entri (Atom)


terjemahkan Ka' Bahasanyu boh?
          

Harga Blog saya

My site is worth
$3,221.68
Your website value?
Arsip Blog
▼  2010 (4)
►  November (1)
▼  Oktober (3)
Seni Tradisional Dayak
Upacara Upacara dalam masyarakat Dayak
Baremah
Entri Populer
Upacara Upacara dalam masyarakat Dayak
Seni Tradisional Dayak

BaremahFacebook ku
Philiphus Nabeat

Buat Lencana Anda
Pengunjung

Upacara Naik Dango Suku Dayak Kalbar


Upacara Naik Dango Suku Dayak Kalbar

Upacara Naik Dango Suku Dayak Kalbar merupakan kegiatan ritual Suku Dayak Kanayatn di Kalimantan Barat, upacara ritual Naik Danggo ini merupakan kegiatan panen padi atau pesta padi sebagai ungkapan rasa syukur masyarakat Dayak Kanayatn kepada Nek Jubata (Sang Pencipta) terhadap segala hasil yang telah diperoleh. Melalui upacara Naik Danggo suku Dayak Kalbar (Dayak Kanayatn) ini mereka merefleksikan kegiatan yang sudah lalu dihubungkan dengan kebesaran Nek Jubata.

Upacara ritual pesta padi ini kerap dilaksanakan rutin setiap tahun dan dilaksanakan secara bergiliran di Kabupaten dan Kota di Kalbar, sebagai contoh Upacara Naik Danggo ke VII pernah dilaksanakan di Kabupaten Pontianak Kalimantan Barat tepatnya di Desa Lingga, Kecamatan Sei. Ambawang pada tanggal 27 April 1992 dan 1993 upacara Naik Dango suku Dayak Kalbar diadakan di Kecamatan Menjalin, sedangkan pada tahun 2009 Naik Danggo diadakan di Singkawang.

Melalui kegiatan ini pula diharapkan dapat melestarikan berbagai seni kebudayaan Dayak yang memang memiliki beranekaragam pesona dalam bingkai kekayaan budaya Nusantara.

0 komentar:

Poskan Komentar

 
Dayak Pos Online Copyright © 2009

Sejarah Perkembangan Penduduk di Kalimantan

Tuesday, April 18, 2006

Sejarah Perkembangan Penduduk di Kalimantan



masih draft

A.2.1. Jaman Pra Sejarah
Suku Dayak dikatakan sebagai salah satu kelompok etnis tertua di Kalimantan. Menurut mitos, nenek moyang orang Dayak berasal dari Kalimantan. Namun catatan sejarah tentang orang Dayak sebelum tahun 1850 sebenarnya sangat nihil.
Ada beberapa hipotesis dari para ahli, seperti dari Kern dan Bellwood yang menunjukkan bahwa orang pada zaman sekarang di Nusantara mungkin berasal dari Yunan, Tiongkok yang datang ke Nusantara secara bergelombang beberapa milenium sebelumnya. (Avé 1996 : 6).01
Suku Dayak diperkirakan mulai datang ke pulau Kalimantan pada tahun 3000-1500 sebelum Masehi. Mereka adalah kelompok-kelompok yang bermigrasi dari daerah Yunnan, Cina Selatan. Kelompok ini disebut Proto-Melayu. Dari daratan Asia kelompok-kelompok kecil tersebut mengembara melalui Indocina ke Semenanjung Malaya, berlanjut ke pulau-pulau di Indonesia, termasuk Kalimantan. Beberapa kelompok lain diperkirakan ada yang melalui Hainan, Taiwan dan Filipina.
Beberapa kelompok, terutama yang kemudian menetap di bagian selatan Kalimantan, kemungkinan besar untuk beberapa waktu singgah di Sumatera dan Jawa. Perpindahan ini terjadi pada zaman glasial (zaman es), dimana permukaan laut sangat surut sehingga dengan perahu-perahu kecil mereka dapat menyeberangi perairan yang memisahkan pulau-pulau itu. Teknologi perundagian yang telah dikenal di daratan Asia sekitar tahun 1500 sebelum Masehi memungkinkan perpindahan mereka menggunakan perahu bercadik. Masa bercocok tanam diperkirakan dimulai sekitar tahun 1000 sebelum Masehi. Beliung persegi dan kapak persegi yang dibuat dengan teknologi perundagian ditemukan di Nanga Balang, Kapuas Hulu. Kehidupan religi pada zaman ini adalah memuja roh nenek moyang, sesuai dengan kehidupan masyarakat zaman Megalithikum
Bukti awal yang diketahui tentang keberadaan manusia di Kalimantan adalah sebuah tengkorak Homo sapien yang ditemukan di Ambang Barat Gua Besar di Niah, Sarawak. Tengkorak tersebut memiliki pertanggalan mutlak [hasil pertanggalan radiocarbon C-14 terhadap matriks tanah tempat tengkorak tersebut ditemukan] lebih dari 35.000 tahun. Meskipun masih terdapat perdebatan tentang usia tengkorak tersebut, Niah tetap merupakan situs yang penting, karena mengandung rekaman data tingkatan okupasi manusia terlama di Asia Tenggara, Gua Niah merupakan sebuah situs dari Plestosen Atas yang banyak mengungkapkan gaya hidup manusia Paleolitik pendukung budaya manusia yang sudah menggunakan alat dalam menunjang kehidupan sehari-harinya.3a
Gua-gua di Niah menunjukkan budaya penggunaan alat-alat dari batu yang lebih canggih dari 20.000 tahun yang lalu; alat-alat dari batu ini mungkin digunakan untuk membunuh dan memotong-motong makanan, dan kemudian jadi model pembuatan alat-alat lain dari bambu dan kalu dan tulang.0b
Manusia purba di Borneo berburu binatang, menangkap ikan dan mengumpulkan hasil hutan dalam kurun waktu 40.000-20.000 tahun yang lalu. Diantara tulang-tulang yang patah dan terbakar di Niah terdapat tulang-tulang binatang yang sekarang sudah punah, termasuk tapir Tapirus indicus, trenggiling purba, manis palaeojavanica dan celurut bergigi putih Crocidura fuliginosa. Manusia purba juga berburu kancil Traqulus spp, orang utan Pongo pygmaeus dan rusa Cervus unicolor, badak Sumatera Dicerorhinus sumatrensis serta beruang madu Helarctos malayanus. Tikus babi Hylomys suillus dan biul Melogale orientalis tercata dari ekskavasi di Niah. Binatang-binatang tersebut sekarang hanya dapat ditemukan di tempat-tempat yang lebih sejuk dan di lereng-lereng yang lebih tinggi di G. Kinabalu. Hal ini mendukung teori yang mengatakan bahwa iklim pada akhir Pleistosen lebih dingin. Manusia purba juga membawa ikan, burung, biawak dan buaya ke dalam gua. Gua-gua di Niah menunjukkan budaya penggunaan alat-alat dari batu yang lebih canggih dari 20.000 tahun yang lalu; alat-alat dari batu ini mungkin digunakan untuk membunuh dan memotong-motong makanan, dan kemudian jadi model pembuatan alat-alat lain dari bambu dan kalu dan tulang.0b
Hasil ekskavasi terbaru di Madai, Sabah, memperlihatkan bukti lebih jauh tentang migrasi awal dan penghunian manusia di seluruh Kepulauan Indonesia dengan penanggalan mutlak 30.000 tahun. Tejadinya perhubungan darat pada masa Plestosen, gelombang kedatangan manusia masa lampau menyapu daerah-daerah kepulauan di Paparan Sunda dari Asia. Orang-orang Negrito, nenek moyang bangsa aborigin Australia dan Melanesia, mungkin telah menghuni Gua Niah pada 50.000 tahun yang lalu, lalu digantikan oleh gelombang kedatangan Mongoloid Selatan. Saat gelombang migrasi menyapu daerah kepulauan, mereka bercampur dan melakukan persilangan dengan penduduk asli. Beberapa suku di Asia Tenggara seperti Negrito Malaysia memiliki budaya berburu dan mengumpulkan makanan yang masih primitif. Hal tersebut mengarahkan dugaan bahwa orang-orang Penan (Punan) juga berasal dari penduduk Negrito asli Kalimantan.
Beberapa kelompok suku bangsa di Asia Tenggara seperti bangsa Negrito dan bangsa Malay adalah pemburu primitif dan pengumpul. Suku Penan mungkin merupakan keturunan bangsa Negrito yang merupakan penduduk asli Borneo. Namun ada juga spekulasi yang mengatakan bahwa suku Penan mungkin sudah beralih dari cara hidup sebagai pemburu-pengumpul menjadi masyarakat petani (Bellwood 1985; Hoffman 1981). Suku Penan mendiami sebagian besar daerah berhutan di Serawak dan Kalimantan. Mereka tinggal di kemah-kemah sementara dengan beberapa keluarga, berburu dengan sumpit, memanen sagu liar , mengumpulkan buah-buahan liar seperti rambutan, durian dan manggis serta menukarkan hasil-hasil hutan dengan masyarakat petani di sekitarnya, seperti suku Kayan (Hose dan McDougall 1912; Kedit 1978). Apakah benar suku Penan berasal dari bangsa Negrito atau bangsa Mongolia yang bermigrasi lebih akhir seperti suku Dayak, gaya hidup mereka sangat mencerminkan gaya hidup manusia purba. 2
Di Kalimantan Selatan Pegunungan Meratus yang terbentuk dari karst batu gamping yaitu jenis butuan yang sangat baik untuk mengkonservasi tulang secara alamiah. Jika harus dicari jejak-jejak masa lalu manusia prasejarah di daerah Kalimantan Selatan, maka pegunungan kapur seperti ini adalah salah satu tempat yang paling memberikan harapan untuk padang perbuman jejak manusia prasejarah antara lain harus diarahkan pada celah-celah batu gamping di Pegunungan Meratus yang banyak menyimpan gua-gua alamiah, baik berupa ceruk (rock shelter) maupun gua (cave).
Penelitian intensif ekskavasi di Gua Babi di Bukit Batu Buli (Tabalong, Kalimantan Selatan) selama 1995 - 1999 berhasil menemukan komponen manusia yang bersifat fragmentaris dengan kuantitas yang cukup tinggi. Berdasarkan karakter morfologisnya diketahui adanya tidak kurang dari 11 individu yang terdiri dari dewasa dan anak-anak. Penemuan rangka manusia di Gua Tengkorak pada 1999 memberikan indikasi yang sangat penting dan signifikan tentang ras manusia pendukung budaya kawasan Bukit Batu Buli, yaitu Austromelanesoid.<!--[if !supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]-->
Di Kalimantan Selatan, aktivitas masyarakat prasejarah pada masa berburu dan meramu tingkat sederhana ditunjukkan dengan adanya bukti beberapa tinggalan budaya paleolit yang ditemukan di Awangbangkal Aranio (Kabupatcn Banjar) berupa kapak perimbas oleh seorang geolog bernama Toer Soetardjo pada tahun 1958. Sebelumnya, H. Kupper pada tahun 1939 juga menemukan alat-alat batu di daerah tepi selatan sungai Riam Kanan di Awangbangkal. Alat-alat yang ditemukan digolongkan sebagai unsur budaya kapak perimbas dibuat dari batu kuarsa terdiri dari 5 buah kapak perimbas dan 2 (dua) buah alat serpih.3a
Bentuk pertama pertanian menetap mungkin berkaitan dengan introduksi sagu dari Indonesia bagian timur, sagu lebih banyak tumbuh di rawa-rawa pesisir yang lembab. Masyarakat purba mungkin mengambil pati dari sagu ini, lalu memelihara tumbuhan sagu, seperti yang dilakukan oleh suku Melanau di delta Rejang, Serawak. Masyarakat pesisir dan pinggiran sungai mulai menangkap ikan dan mengumpulkan moluska air tawar; dengan kemampuan untuk memanen sagu secara teratur, kemudian terbentuk pemukiman menetap (Ave dan King 1986).0b
Perubahan gaya hidup yang cukup penting terjadi bersamaan dengan penemuan biji besi dan cara-cara untuk mengekstraksi dan mengolahnya. Di Borneo ada beberapa tempat dengan endapan biji besi dan penduduk asli sudah menggunakan di delta-delta sungai di Kuching. Serawak pada tahun 1.000 (Ave dan King 1986). Keterampilan dalam membuat alat-alat dari besi mungkin sudah ada sebelumnya,bersamaan dengan dikenalkan dengan pengenalan artefak dari besi dan perunggu tembaga dan tekhnologi penggunaannya dari orang-orang Vietnam, Cina dan India antara abad ke 6 ke 10 (Bellwood 1985). Gua Agop Atas pada batu kapur Madai sudah dihuni dari tahun 200-500 dan di dalamnya terdapat pecahan-pecahan tembikar, perunggu dan besi. Guci-guci yang berkaitan dengan kurun waktu itu juga ditemukan di gua Madai dan Tapadong di Sungai Segama; guci-guci ini juga dipakai di Niah pada akhir masa Neolitik. Guci yang tertua berasal dari tahun 200 SM. Tradisi ini mungkin berasal dari India dan Asia Tenggara dari permulaan milenium pertama sebelum Masehi.0b
Penggunaan besi membawa perubahan yang sangat mendasar dalam kehidupan masyarakat setempat. Dengan alat-alat yang terbuat dari besi, hutan lebih mudah dibuka dan pembukaan hutan ini memungkinkan penanaman padi dan taro. Masyarakat Dayak berubah dari pengumpul sagu alam menjadi masyarakat yang aktif menanam padi. Peladangan dengan padi dilahan-lahan kering masih tetap dilakukan sampai sekarang. 0b
Bangsa-bangsa Austronesia yang kemudian menyebar di Kepulauan Indomalaya dari daratan Asia membawa bentuk ekonomi pertanian, yang semula hanya memfokuskan pada padi-padian dan memperkenal tembikar serta alat-alat baru serupa beliung dari batu. Dalam permulaan Kal Holosen, kira-kira 7.000 tahun yang lalu, padi liar dan padi-padian lain dibudidayakan di punggung daerah aliran sungai Yangtze, yaitu lahan-lahan basah musiman di sebelah selatan. Padi mungkin diperkenalkan di Indonesia oleh imigran bangsa Mongolia, tetapi mungkin tidak langsung berhasil di tanam di Borneo, karena tidak ada bukti-bukti baik di Niah atau Madai (Bellwood 1985)
Besi digunakan untuk membuat pisau dan alat-alat pertanian serta alat untuk membuat lubang pada sumpit dari kayu besi yang keras. Sumpit ini merupakan ciri khusus Borneo. Pemburu purba di Borneo sudah mengenal panah dan anak panah, tetapi sumpit yang terbuat dari kayu ini adalah senjata yang jauh lebih hebat, lebih akurat dan mampu membunuh mangsa dari jarak jauh. Ujung anak sumpit dimasukkan kedalam racun alami yang diambil dari getah tumbuhan.0b
Daerah Apo kayan kaya akan biji besi, demikian pula Mantalat (Barito Hulu), Mantikai (anak sungai Sambas) dan Tayah di Kalimantan Barat. Parang dan Mandau merupakan senjata untuk berkelahi yang dicari oleh orang Dayak )Ave dan King 1986).0b
Batu megalitik yang ditemukan di sumber air s.Baram disekitar g. Murud dan tempat-tempat lain di pegunungan Kelabit dan di Kalimantan Tengah mungkin berasal dari kurun waktu ini (Harrisson 1962;Chin 1980). Masyarakat Kelabit terus membuat megalit sampai tahun 1950, ketika mereka berubah menjadi penganut agama Kristen. Megalit ini berkaitan dengan upacara-upacara penguburan tokoh-tokoh masyarakat, seperti kepala suku. Daerah dataran tinggi Bahau di Kalimantan Timur barangkali merupakan pusat arkeologi yang paling banyak memiliki benda-benda purba di Kalimantan. Disini terdapat kira-kira 50 pusat pemukiman dan kuburan yang disebut ”ngorek” yang memiliki monumen batu.0b
Bukti-bukti arkeologi dari lokasi kuburan menunjukkan bahwa Borneo memiliki sejarah perdagangan yang panjang dengan dunia luar. Para pedagang India mulai mengunjungi Indonesia pada abad pertama. Kerajaan hindu Kutai didirikan dalam kurun waktu ini dan tempat-tempat penyembahan Brahma di Muara Kaman dan patung-patung Hindu di dalam G. Komeng di Kalimantan Timur kira-kira berasal dari abad ke 5 (Boyce, 1986).0b
Hubungan diplomasi antara bangsa Cina dan masyarakat di daerah pesisir Borneo tercatat dalam sejarah dinasti Cina dari abad ke-7 sampai abad ke-16. 0b
Relief yang menggambarkan seorang pemburu dengan sumpit di galeri candi Borubodur di Jawa Tengag yang dibuat pada abad ke sembilan menyatakan bahwa hubungan antara orang Dayak dan orang Jawa sudah terjadi dalam kurun waktu ini (Ave dan King 1986). Selama abad ke-14 dan abad ke-15, di bagian selatan, barat dan timur Borneo merupakan daerah-daerah di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur. Bahkan sebelum ini Borneo sudah memiliki hubungan dnegan negara-negara Hindu-Budha. Hal ini dibuktikan oleh adanya candi hindu di Amuntai, Kalimantan Selatan.0b
Pemukiman masyarakat dayak terpusat di dalam desa-desa inti, mereka tinggal bersama di dalam rumah panjang untuk alasan sosial dan keamanan. Sebagian besar masyarakat Dayak memiliki akses atau sudah pernah terlibat dalam pertukatan tembikar dan besi dengan kulit kayu sebgai bahan pakaian mereka. Praktek-praktek lain yang dilakukan oleh suku Dayak adalah pembuatan tato, yang juga ditemukan diseluruh kalangan bangsa Astronesia. 0b
A.2.2. Masa Kerajaan
Pada umumnya sejarah Indonesia dalam mengungkapkan dan menjelaskan suatu negara tradisional sangat bertumpu kepada historiografi tradisional seperti babad, hikayat, atau cerita rakyat. Historiografi tradisional mempunyai ciri-ciri yang menonjol dan saling berkaitan, yaitu: (1) etnosentrisme, (2) rajasentrisme, (3) antroposentrisme<!--[if !supportFootnotes]-->[2]<!--[endif]-->. Diakui historiografi tradisional penulisannya tidak berlandaskan kepada metode sejarah, tetapi sumber-sumber historiografi tradisional sebagai sumber dapat dipergunakan selama sumber terbaik belum ditemukan.
Keadaan geografis Indonesia yang berpulau-pulau dan jumlahnya mencapai ribuan pulau besar kecil menyebabkan daerah pesisir telah memegang peranan yang cukup penting di bidang perdagangan maupun kekuasaan politik dan ekonomi. Melihat kenyataan bahwa sejak permulaan berdirinya kerajaan Islam di Indonesia baik yang terletak di Sumatera, Jawa, Sulawesi, Kalimantan dan Maluku, maka daerah pesisirlah yang menjadi pusat kerajaan, hal ini tidak mengenyampingkan peranan kerajaan Mataram Islam yang berpusat di pedalaman. Dengan keadaan geografis semacam ini akan sulit kiranya membayangkan adanya suatu kekuasaan tunggal untuk menguasai seluruh Indonesia pada saat itu. Dalam perkembangan masyarakat Indonesia-Hindu yang berpindah secara perlahan dan lambat ke masyarakat Indonesia Islam dan lenyapnya kekuasan raja Indonesia-Hindu yang digantikan oleh munculnya kekuasaan kerajaan Indonesia Islam telah membawa akibat pula dalam transformasi politik dan sosial untuk menuju ke sistem masyarakat baru.
Perkembangan kehidupan pemerintahan dan kenegaraan di daerah Kalimantan Selatan sampai dengan permulaan abad 17 masih sangat kabur karena kurangnya data sejarah. Adanya Hikayat Raja-Raja Banjar dan Hikayat Kotawaringin tidak cukup memberikan gambaran yang pasti mengenai keberadaan Kerajaan-kerajaan tersebut<!--[if !supportFootnotes]-->[3]<!--[endif]-->.
Sekilas Kerajaan di Kalimantan
Pada abad 17 salah satu tokoh yaitu Pangeran Samudera (cucu Maharaja Sukarama) dengan dibantu para Patih bangkit menentang kekuasaan pedalaman Nagara Daha, kemudiian menjadikan Banjarmasin di pinggir Sungai Kwin sebagai pusat pemerintahannya (daerah ini disebut Kampung Kraton).
Pemberontakan Pangeran Samudera tersebut merupakan pembuka jaman baru dalam sejarah Kalimantan Selatan sekaligus menjadi titik balik dimulainya periode Islam dan berakhirnya jaman Hindu. Sebab dialah yang menjadi cikal bakal Islam Banjar dan pendiri Kerajaan Banjar.
Dalam perkembangan sejarah berikutnya pada Tahun 1859 seorang Bangsawan Banjar yaitu Pangeran Antasari mengerahkan rakyat Kalimantan Selatan untuk melakukan perlawanan terhadap kaum kolonialisme Belanda meskipun akhirnya pada Tahun 1905 perlawanan-perlawanan berhasil ditumpas oleh Belanda.
Kelancaran hubungan dengan Pulau Jawa turut mempengaruhi perkembangan di Kalimantan Selatan. Bertumbuhnya pergerakan-pergerakan kebangsaan di Pulau Jawa dengan cepat menyebar kedaerah Kalimantan Selatan, hal ini tercermin dengan dibentuknya wadah-wadah perjuangan pada Tahun 1912 di Banjarmasin seperti berdirinya Cabang-cabang Sarikat Islam di seluruh Kalimantan Selatan. Seiring dengan itu para pemuda Kalimantan terdorong membentuk Organisasi Kepemudaan yaitu Pemuda Marabahan, Barabai dan lain-lain, yang kemudian pada Tahun 1929 terbentuk Persatuan Pemuda Borneo.
Organisasi-organisasi perjuangan tersebut merupakan wadah untuk menyebarluaskan kesadaran kebangsaan melawan penjajahan Kolonial Belanda.
Pada periode pasca Proklamasi Kemerdekaan merupakan momentum yang paling heroik dalam sejarah Kalimantan Selatan, dimana pada tanggal 16 Oktober 1945 dibentuk Badan Perjuangan yang paling radikal yaitu Badan Pemuda Republik Indonesia Kalimantan (BPRIK) yang dipimpin oleh Hadhariyah M. dan A. Ruslan, namun dalam perjalanan selanjutnya gerakan perjuangan ini mengalami hambatan, terutama dengan disepakatinya perjanjian Linggarjati pada tanggal 15 Nopember 1945. Berdasarkan perjanjian ini ruang gerak pemerintah Republik Indonesia menjadi terbatas hanya pada kawasan Pulau Jawa, Madura dan Sumatera sehingga organisasi-organisasi perjuangan di Kalimantan Selatan kehilangan kontak dengan Jakarta, kendati akhirnya pada tahun 1950 menyusul pembubaran Negara Indonesia Timur yang dibentuk oleh kaum kolonial Belanda, maka Kalimantan Selatan kembali menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari Republik Indonesia sampai saat ini
Dibawah ini beberapa catatan singkat tentang kerajaan di Kalimantan :
<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Kutai Karta Negara di Kaltim :
<!--[if !supportFootnotes]-->[4]<!--[endif]-->Kalimantan Timur mempunyai sejarah yang berbeda dengan propinsi – propinsi lainnya di Negara Republik Indonesia. Sejarah tersebut antara lain adanya kerajaan yang tertua pada abad ke - VI yaitu kerajaan Mulawarman Nala Dewa. Turunan Raja Mulawarman dapat berlanjut sampai dengan Raja ke – 25 yang bernama Maharaja Derma Setia pada abad ke - XII dengan nama Kerajaan Kutai Ing Martapura.
Menjelang kepudaran kerajaan tersebut, telah berdiri beberapa kerajaan di Kalimantan Timur, yang dimulai dengan kerajaan Kutai Kartanegara, kerajaan Berau, kerajaan Bulungan dan kerajaan Pasir. Semua kerajaan tersebut memerintah di wilayahnya masing – masing tanpa ada peperangan antara mereka, hingga masuk Belanda dan mulai menjajah Kalimantan Timur ini pada tahun 1844, demikian pula ketika Jepang menjajah wilayah ini pada tahun 1941 – 1945. Pada masa perjuangan fisik, tahun 1945 – 1949 rakyat juga turut bergerak untuk mempertahankan kemerdekaan yang puncaknya pada peristiwa sanga- sanga sekitar January 1947 )
Pada abad ke-17 agama Islam diterima dengan baik oleh Kerajaan Kutai Kartanegara. Selanjutnya banyak nama-nama Islami yang akhirnya digunakan pada nama-nama raja dan keluarga kerajaan Kutai Kartanegara. Sebutan raja pun diganti dengan sebutan Sultan. Sultan yang pertama kali menggunakan nama Islam adalah Sultan Aji Muhammad Idris (1735-1778).
Setelah mengalami masa-masa perubahan system pemerintahan dari bentuk kerajaan menjadi daerah istimewa tahun 1956, dan akhirnya menjadi Kabupaten tahun 1960, yaitu Kabupaten Kutai, Kabupaten Berau, Kabupaten Bulungan dan Kabupaten Pasir ditambah dengan KotaPraja Samarinda dan Balikpapan. Semua daerah kabupaten / KotaPraja tersebut dibawah naungan Propinsi Kalimantan Timur tepat pada bulan January 1957.
<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Kerajaan Nan Sarunai – Dipa – Daha – Banjar Di Kalsel :
Di Kalimantan Selatan terutama sejak abad ke-14 sampai awal abad ke-16 yakni sebelum terbentuknya Kerajaan Banjar yang berorientasikan Islam, telah terjadi proses pembentukan negara dalam dua fase. Fase pertama yang disebut Negara Suku (etnic state) yang diwakili oleh Negara Nan Sarunai milik orang Maanyan. Fase kedua adalah negara awal (early state) yang diwakili oleh Negara Dipa dan Negara Daha. Terbentuknya Negara Dipa dan Negara Daha menandai zaman klasik di Kalimantan Selatan. Negara Daha akhirnya lenyap seiring dengan terjadinya pergolakan istana, sementara lslam mulai masuk dan berkembang disamping kepercayaan lama. Zaman Baru ditandai dengan lenyapnya Kerajaan Negara Daha beralih ke periode negara kerajaan (kingdom state) dengan lahirnya kerajaan baru, yaitu Kerajaan Banjar pada tahun 1526 yang menjadikan Islam sebagai dasar dan agama resmi kerajaan.
Zaman keemasan Kerajaan Banjar terjadi pada abad ke-17 hingga abad ke-18. Pada masa itu teriadi puncak perkembangan Islam di Kalimantan Selatan sebagaimana ditandai oleh lahirnya Ulama-ulama Urang Banjar yang terkenal dan hasil karya tulisnya menjadi bahan bacaan dan rujukan di berbagai negara, antara lain Syekh Muhammad Arsyad Al Banjari (1710-1812)<!--[if !supportAnnotations]-->[R1]<!--[endif]-->
Melacak latar belakang keberadaan Negara Nan Sarunai, Dipa dan Daha masih sangat tergantung kepada cerita rakyat berbentuk nyanyian Orang Maanyan dan Hikayat Banjar<!--[if !supportFootnotes]-->[5]<!--[endif]-->. Menurut Ras, Hikayat Banjar terbagi dalam dua versi<!--[if !supportFootnotes]-->[6]<!--[endif]-->. Versi pertama merupakan versi yang telah dirubah dan disusun pada masa Kerajaan Banjarmasin yang secara definitif telah memeluk agama Islam, sedangkan versi kedua dianggap sebagai versi yang berasal dari Negara Dipa secara definitif beragama Hindu.
Dalam cerita rakyat dan Hikayat Banjar, di area Kalimantan Selatan ini dulunya terdapat sebuah negara bernama Nan Sarunai lalu sirna<!--[if !supportFootnotes]-->[7]<!--[endif]-->, kemudian muncul Negara Dipa, lalu digantikan oleh kerajaan Daha. Disadari informasi dari Hikayat Banjar tentang Negara Dipa dan Daha ditandai oleh sifat-sifat mistis, legendaris, dan tidak ada unsur waktu dalam urutan ceritanya.
Tidak jelas kapan kerajaan ini berdiri, namun ada sebuah catatan yaitu Pada Abad XIV, Negara Nan Sarunai diserang oleh Majapahit dan mengalami kekalahan. Dampak dari serangan ini, membuat Orang Maanyan eksodus meninggalkan Sarunai. Peristiwa tragis yang dialami oleh Orang Maanyan kemudian dituangkan kedalam nyanyian atau wadian yang kemudian ditranformasikan kepada generasi berikutnya.
Dalam eksodus itu, Orang Maanyan terpecah dan tersebar menjadi tujuh suku kecil yang masing-masing bernama: (1) Maanyan Siung bermukim di Telang, Paju Epat dan Buntok, (2) Maanyan Patai bermukim di aliran Sungai Patai, (3) Maanyan Paku berdomisili di wilayah Tampa, (4) Maanyan Paju X bermukim di sepanjang aliran Sungai Karau dan Barito, (5) Maanyan Paju Epat bermukim di wilayah aliran sungai yang sama dengan pemukiman Paju X, (6) Maanyan Dayu menghuni aliran Sungai Dayu, dan (7) Maanyan, mereka menghuni di wilayah Bintang Karang, Tumpang Murung, Dusun Timur, Tamiang Layang, Belawa, Tupangan Daka dan Barito<!--[if !supportFootnotes]-->[8]<!--[endif]-->
Negara Dipa dan Daha Sebagai Negara Awal
Menurut Hikayat Banjar Kerajaan Dipa diawali dari cerita tentang saudagar bernama Mpu Jatmika yang berasal dari Keling<!--[if !supportFootnotes]-->[9]<!--[endif]-->, bersama dengan dua orang anaknya bernama Lambung Mangkurat dan Mpu Mandastana telah tiba di Hujung Tanah. Tanah di Hujung Tanah ketika dicium oleh Mpu Jatmika berbau harum, sehingga ia yakin bahwa daerah itu cocok untuk membangun negeri yang bernama Dipa dengan ibukotanya bernama Kuripan dan mengangkat dirinya untuk menjadi raja sementara di kerajaan itu di Hujung Tanah.
Lebih lanjut Hikayat Banjar meriwayatkan, bahwa Negara Dipa digantikan oleh negara baru yang bernama Negara Daha. Beralihnya Negara Dipa ke Negara Daha merupakan suatu peristiwa kekeluargaan antara seorang keturunan Pangeran Suryanata bernama Sekarsungsang yang secara tidak sadar telah mengawini ibunya bernama Putri Kalungsu. Perkawinan antara Sekarsungsang dan Putri Kalungsu oleh Hikayat Banjar dijadikan titik pangkal munculnya Negara Daha dengan rajanya yang bernama Sekarsungsang yang bergelar Panji Agung Maharaja Sari Kaburangan. Pusat Negara terletak di Muara Hulak dan Muara Bahan sebagai pelabuhannya. Dengan Daerah-daerah kekuasaan itu meliputi Batang Tabalung, Batang Baritu, Batang Alai, Batang Amandit, Batang Balangan, Batang Petak beserta komunitas-komunitas yang mendiami bukit-bukit di sekitarnya, Biaju Kecil, Biaju Besar, Sabangau, Mandawai, Katingan, Sampit, dan Pambuang.
Runtuhnya Negara Daha
Dimulai dari Raden Sukarama memerintah Negara Daha yang mewasiatkan tahta kekuasaan Negara Daha kepada cucunya bernama Raden Samudera, tetapi wasiat itu ditentang oleh ketiga anaknya, yaitu Mangkubumi, Tumenggung, dan Bagalung. Setelah Raden Sukarama wafat, Pangeran Tumenggung merampas kekuasaan.
Raden Samudera memilih untuk menjadi pelarian politik dan bersembunyi di hilir Sungai Barito yaitu Kampung Banjarmasih, dan ia dilindungi oleh kelompok-kelompok (melayu) yang dipimpin Pati Masih<!--[if !supportFootnotes]-->[10]<!--[endif]-->
Perjalanan selanjutnya Raden Samudera diangkat menjadi kepala negara oleh kelompok Melayu di daerah itu dan merupakan embrio bagi kelahiran Orang Banjar. Raden Samudera dianjurkan oleh Patih Masih untuk meminta bantuan ke Demak guna persiapan untuk mengambil kembali tahtanya atas Negara Daha. Permintaan bantuan dari Raden Samudera oleh Sultan Demak diterima, tetapi dengan suatu syarat, bahwa Raden Samudera beserta pengikutnya harus memeluk agama Islam. Raden Samudera menyanggupi persyaratan itu, tidak lama kemudian, Sultan Demak mengirimkan kontingennya yang dipimpin oleh Khatib Dayan. Gelar atau nama Khatib Dayan lebih mencerminkan nama seorang penyampai khotbah atau penyiar agama ketimbang nama atau gelar seorang panglima perang<!--[if !supportFootnotes]-->[11]<!--[endif]-->.
Peperangan dimenangkan oleh Raden Samudera yang kemudian memindahkan rakyat Negara Daha ke Banjarmasih. Perpindahan rakyat Negara Daha ke Banjarmasih merupakan manifestasi dari tujuan perang, yaitu merekrut jumlah tenaga manusia, dan pengukuhan Raden Samudera sebagai kepala negara yang mempunyai kharisma. Pembauran penduduk di Banjarmasih, yang terdiri dari rakyat Negara Daha, Melayu, Dayak, dan Orang Jawa (kontingen dari Demak), pada dasarnya menggambarkan bersatunya masyarakat sebagai kesaktian utama.
Kemenangan Raden Samudera atas Pangeran Tumenggungg pada abad XVI merupakan suatu perwujudan terjadinya pergeseran politik dari negara yang ekonominya berbasiskan agraris (Daha) kepada negara yang bersifat maritim, dan Islam dijadikan sebagai agama negara. Gelar yang dipergunakan oleh Raden Samudera sejak saat itu berubah menjadi Sultan Suriansyah. Kemudian menjadi Kerajaan Banjar
Dalam Hikayat Banjar ditemui istilah-istilah seperti: Negeri Banjar, Orang Banjar, Raja Banjar dan Tanah Banjar. Istilah-itilah itu mengacu kepada pengertian wilayah Kerajaan ini, yaitu wilayah kerajaan dimana penduduknya disebut orang Banjar dan rajanya disebut Raja Banjar.
Kerajaan Banjar adalah nama lain dari sebutan Kerajaan Banjarmasin atau Kesultanan Banjar. Pengaruh Kesultanan Banjar melebar meliputi gabungan seluruh wilayah yang saat ini dikenal sebagai Propinsi Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah dan sebagian Kalimantan Timur bahkan ada beberapa daerah yang pada saat ini masuk wilayah Propinsi Kalimantan Barat.
Kerajaan Banjar yang berkembang sampai abad ke-19 merupakan sebuah kerajaan Islam merdeka dengan nation atau bangsa Banjar sebagai bangsa dari Kerajaan Banjar. Pada akhir abad ke-19 ekspansi kolonial Belanda berhasil menguasai Kerajaan Banjar dan secara sepihak mengumumkan Proklamasi Penghapusan Kerajaan Banjarmasin pada tanggal 11 Juni 1860. Wilayah kerajaan yang herhasil dikuasainya dijadikan Karesidenan Afdelling Selatan dan Timur Borneo (Residentie Zuider en Oosterafdeling van Borneo). Sejak itulah bangsa Banjar turun derajatnya menjadi bangsa jajahan. Mereka tidak lagi disebut sebagai suatu nation akan tetapi hanya sebagai Urang Banjar.
<!--[if !supportLists]-->- <!--[endif]-->Kerajaan Sambas di Kalbar :
Sejarah tentang asal usul kerajaan Sambas tidak bisa terlepas dari Kerajaan di Brunei Darussalam. Antara kedua kerajaan ini mempunyai kaitan persaudaraan yang sangat erat. Pada jaman dahulu, di Negeri Brunei Darussalam, bertahtalah seorang Raja yang bergelar Sri Paduka Sultan Muhammad. Setelah beliau wafat, tahta kerajaan diserahkan kepada anak cucunya secara turun temurun. Sampailah pada keturunan yang kesembilan yaitu Sultan Abdu lDjalil Akbar. Beliau mempunyai putra yang bernama sultan Raja Tengah. Raja tengah inilah yang telah datang ke Kerajaan Tanjungpura (Sukadana). Karena prilaku dan tata kramanya sesuai dengan keadaan sekitarnya, beliau disegani bahkan Raja Tanjungpura rela mengawinkan dengan anaknya bernama ratu Surya. Dari perkawinan ini terlahirlah Raden Sulaiman. Saat itu di Sambas memerintah seorang ratu keturunan Majapahit (Hinduisme) bernama Ratu Sepudak dengan pusat pemerintahannya di Kota Lama kecamatan Telok keramat skt 36 Km dari Kota Sambas. Baginda Ratu Sepudak dikaruniai dua orang putri. Yang sulung dikawinkan dengan kemenakan Ratu Sepudak bernama raden Prabu Kencana dan ditetapkan menjadi penggantinya. Ketika Ratu Sepudak memerintah, tibalah raja Tengah beserta rombongannya di Sambas. Kemudian banyak rakyat menjadi pengikutnya dan memeluk agama Islam. Tak berapa lama, Ratu Sepudak wafat. Menantunya Raden Prabu Kencana naik tahtadan memerintah dengan gelar Ratu Anom Kesuma Yuda. Pada peristiwa bersamaan putri kedua Ratu Sepudak yang bernama Mas Ayu Bungsu kawin dengan Raden Sulaiman (Putera sulung Raja Tengah. Perkawinan ini dikaruniai seorang putera bernama Raden Boma. Dalam pemerintahan Ratu Anom Kesuma Yuda, diangkatlah pembantu-pembantu Administrasi kerajaan. Adik kandungnya bernama Pangeran Mangkurat ditunjuk sebagai Wazir Utama. Bertugas khusus mengurus perbendaharaan raja, terkadang juga mewakili raja. Raden Sulaiman ditunjuk menjadi Wazir kedua yang khusus mengurus dalam dan luar negeri dan dibantu menteri-menteri dan petinggi lainnya. Rakyat lebih menghargai Raden Sulaiman daripada Pangeran Mangkurat, hingga menimbulkan rasa iri dihati Pangeran Mangkurat. suatu ketika tangan kanan Raden Sulaiman bernama Kyai Satia Bakti dibunuh pengikut Pangeran Mangkurat. setelah dilaporkan kepada raja, ternyata tak ada tindakan positif, suasana makin keruh. Raden Sulaiaman mengambil kebijaksanaan meninggalkan pusat kerajaan, menuju daerah baru dan mendirikan sebuah kota dengan nama Kota bangun. Jumlah pengikutnyapun makin banyak. Hal ini telah mengajak Petinggi Nagur, Bantilan dan Segerunding mengusulkan untuk berunding dengan Ratu Anom Kesuma Yuda. Hasil mufakat keduanya meninggalkan kota lama. Raden Sulaiman menuju kota Bandir dan Ratu Anom Kesuma Yuda berangkat menuju sungai Selakau. Kemudian agak ke hulu dan mendirikan kota dengan ibukota pemerintahannya diberi nama Kota Balai Pinang.
Meninggalnya Ratu Anom Kesuma Yuda dan Pangeran Mangkurat, putera Ratu Anom yang bernama Raden Bekut diangkat menjadi raja dengan gelar Panembahan Kota Balai. Beliau beristrikan Mas Ayu Krontiko, puteri Pangeran Mangkurat. Raden Mas Dungun putera raden Bekut adalah Panembahan terakhir Kota Balai. Kerajaan ini berakhir karena utusan Raden Sulaiman menjemput mereka kembali ke Sambas. Kurang lebih 3 tahun kemudian berdiam di Kota Bandir, atas hasil mufakat, berpindahlah mereka dan mendirikan pusat pemerintahannya di Lubuk Madung, pada persimpangan tiga sungai : sungai Sambas Kecil, Sungai Subah dan Sungai Teberau. Kota ini juga disebut orang " Muara Ulakan". Kemudian keraton kerajaan dibangun dan hingga kini masih berdiri megah.
Di tempat inilah raden sulaiman dinobatkan menjadi Sultan Pertama di kerajaan Sambas dengan gelar Sultan Muhammad Syafeiuddin I. Saudara-saudaranya, Raden Badaruddin digelar pangeran Bendahara Sri Maharaja dan Raden Abdul Wahab di gelar Pangeran Tumenggung Jaya Kesuma. Raden Bima (anak Raden Sulaiman) ke Sukadana dan kawin dengan puteri raja Tanjungpura bernama Puteri Indra Kesuma (adik bungsu Sultan Zainuddin) dan dikaruniai seorang putera diberinama Raden Meliau, nama yang terambil dari nama sungai di Sukadana. Setahun kemudian merka pamit ke hadapan Sultan Zaiuddin untuk pulang ke Sambas, oleh Raden Sulaiman dititahkan berangkat ke Negeri Brunai untuk menemui kaum keluarga. Sekembalinya dari Brunai, Raden Bima dinobatkan menjadi Sultan dengan gelar Sultan Muhammad Tadjuddin. Bersamaan dengan itu, Raden Akhmad putera Raden Abdu Wahab dilantik menjadi Pangeran Bendahara Sri Maharaja. Wafatnya Sultan Muhammad Tadjuddin, pemerintahan dilanjutkan Puteranya Raden Meliau dengan gelar Sultan Umar Akamuddin I.
Berkat bantuan permaisurinya bernama Utin Kemala bergelar Ratu Adil, pemerintahan berjalan lancar dan adil. Inilah sebabnya dalam sejarah Sambas terkenal dengan sebutan Marhum Adil, Utin Kemala adalah puteri dari pangeran Dipa (seorang bangsawan kerajaan Landak) dengan Raden Ratna Dewi (puteri Sultan Muhammad Syafeiuddin I).
Wafatnya Sultan Umar Akamuddin I, Puteranya Raden Bungsu naik tahta dengan gelar Sultan Abubakar Kamaluddin. Kemudian diganti oleh Abubakar Tadjuddin I. Berganti pula dengan Raden Pasu yang lebih terkenal dengan nama Pangeran Anom. Setelah naik tahta beliau bergelar Sultan Muhammad Ali Syafeiuddin I. Sebagai wakilnya diangkatlah Sultan Usman Kamaluddin dan Sultan Umar Akamuddin III. Pangeran Anom dicatat sebagai tokoh yang sukar dicari tandingannya, penumpas perampok lanun. Setelah memerintah kira-kira 13 tahun (1828), Sultan Muhammad Ali Syafeiuddin I wafat. Puteranya Raden Ishak (Pangeran Ratu Nata Kesuma)baru berumur 6 tahun. Karena itu roda pemerintahan diwakilikan kepada Sultan Usman Kamaluddin.
Tanggal 11 Juli 1831, Sultan Usman Kamaluddin wafat, tahta kerajaan dilimpahkan kepada Sultan Umar Akamuddin III. Tanggal 5 Desember 1845 Sultan Umar Akamuddin III wafat, maka diangkatlah Putera Mahkota Raden Ishak dengan gelar Sultan Abu Bakar Tadjuddin II. Tanggal 17 Januari 1848 putera sulung beliau yang bernama Syafeiuddin ditetapkan sebagai putera Mahkota dengan gelar Pangeran Adipati. Tahun 1855 Sultan Abubakar Tadjuddin II diasingkan ke Jawa oleh pemerintah Belanda (Kembali ke Sambas tahun 1879). Maka sebagai wakil ditunjuklah Raden Toko' (Pangeran Ratu Mangkunegara) dengan gelar Sultan Umar Kamaluddin. Pada tahun itu juga atas perintah Belanda, Pangeran Adipati diberangkatkan ke Jawa untuk study.
Tahun 1861 Pangeran Adipati pulang ke Sambas dan diangkat menjadi Sultan Muda. Baru pada tanggal 16 Agustus 1866 beliau diangkat menjadi Sultan dengan gelar sultan Muhammad Syafeiuddin II. Beliau mempunyai dua orang istri. Dari istri pertama (Ratu Anom Kesumaningrat) dikaruniai seorang putera bernama Raden Ahmad dan diangkat sebagai putera Mahkota. Dari istri kedua (Encik Nana) dikaruniai juga seorang putera bernama Muhammad Aryadiningrat. Sebelum manjabat sebagai raja, Putera Mahkota Raden Ahmad wafat mendahului ayahnya. Sebagai penggantinya ditunjuklah anaknya yaitu Muhammad Mulia Ibrahim. Pada saat Raden Ahmad wafat, Sultan Muhammad Syafeiuddin II telah berkuasa selama 56 tahun. Beliau merasa sudah lanjut usia, maka dinobatkan Raden Muhammad Aryadiningrat sebagai wakil raja dengan gelar Sultan Muhammad Ali Syafeiuddin II.
Setelah memerintah kira-kira 4 tahun, beliau wafat. Roda pemerintahan diserahkan kepada Sultan Muhammad Mulia Ibrahim. Dan pada masa pemerintahan raja inilah, bangsa Jepang datang ke Sambas. Sultan Muhammad Mulia Ibrahim adalah salah seorang yang menjadi korban keganasan Jepang. Sejak saat itu berakhir pulalah kekuasaan Kerajaan Sambas. Sedangkan benda peninggalan Kerajaan Sambas antara lain tempat tidur raja, kaca hias, seperangkat alat untuk makan sirih, pakaian kebesaran raja, payung ubur-ubur, tombak canggah, meriam lele, 2 buah tempayan keramik dari negeri Cina dan kaca kristal dari negeri Belanda
Dengan pertambahan pedagangan Islam yang menetap di daerah pesisir, suku Dayak semakin masuk kepedalaman damal beberapa gelombang migrasi<!--[if !supportAnnotations]-->[t3]<!--[endif]--> . Suatu kelompok imigran yang paling akhir yaitu suku Iban, yang terkenal dengan penyebaran yang sangat luas di daerah aliran S. Kapuas di Kalimantan barat sampai ke sebagian besar negara bagian Serawak dalam kurun 400 tahun terakhir. Menjelang tahun 1850 mereka sudah mendiami sebagian besar daerah Rajang (St. John 1974) dan selama abad ke-19 mereka terus berpindah kearah utara yaitu ke Brunei. Mereka membuka hutan tropis yang sangat luas di sepanjang lembah-lembah sungai untuk melakukan perladangan berpindah. Penyebaran ini barangkali tidak seluruhnya didorong oleh tekanan kepadatan penduduk dan kebutuhan untuk menanam tanaman pangan yang lebih banyak, tetapi juga oleh kebutuhan budaya dan ritus mereka untuk mengumpulkan kepala orang.0b
Sejarah Tionghoa Masuk ke Kalimantan Barat
Sejak abad ketiga, pelaut Cina telah berlayar ke Indonesia untuk melakukan perdagangan. Rute pelayaran menyusuri pantai Asia Timur dan pulangnya melalui Kalimantan Barat dan Filipina dengan mempergunakan angin musim. Pada abad ketujuh, hubungan Tiongkok dengan Kalimantan Barat sudah sering terjadi, tetapi belum menetap. Imigran dari Cina kemudian masuk ke Kerajaan Sambas dan Mempawah dan terorganisir dalam kongsi sosial politik yang berpusat di Monterado dan Bodok dalam Kerajaan Sambas dan Mandor dalam Kerajaan Mempawah.

Pasukan Khubilai Khan di bawah pimpinan Ike Meso, Shih Pi dan Khau Sing dalam perjalanannya untuk menghukum Kertanegara, singgah di kepulauan Karimata yang terletak berhadapan dengan Kerajaan Tanjungpura. Karena kekalahan pasukan ini dari angkatan perang Jawa dan takut mendapat hukuman dari Khubilai Khan, kemungkinan besar beberapa dari mereka melarikan diri dan menetap di Kalimantan Barat. Pada tahun 1407, di Sambas didirikan Muslim/Hanafi - Chinese Community. Tahun 1463 laksamana Cheng Ho, seorang Hui dari Yunan, atas perintah Kaisar Cheng Tsu alias Jung Lo (kaisar keempat dinasti Ming) selama tujuh kali memimpin ekspedisi pelayaran ke Nan Yang. Beberapa anak buahnya ada yang kemudian menetap di Kalimantan Barat dan membaur dengan penduduk setempat. Mereka juga membawa ajaran Islam yang mereka anut.
Di abad ke-17 hijrah bangsa Cina ke Kalimantan Barat menempuh dua rute yakni melalui Indocina - Malaya - Kalimantan Barat dan Borneo Utara - Kalimantan Barat. Tahun 1745, orang Cina didatangkan besar-besaran untuk kepentingan perkongsian, karena Sultan Sambas dan Panembahan Mempawah menggunakan tenaga-tenaga orang Cina sebagai wajib rodi dipekerjakan di tambang-tambang emas. Kedatangan mereka di Monterado membentuk kongsi Taikong (Parit Besar) dan Samto Kiaw (Tiga Jembatan). Tahun 1770, orang-orang Cina perkongsian yang berpusat di Monterado dan Bodok berperang dengan suku Dayak yang menewaskan kepala suku Dayak di kedua daerah itu. Sultan Sambas kemudian menetapkan orang-orang Cina di kedua daerah tersebut hanya tunduk kepada Sultan dan wajib membayar upeti setiap bulan, bukan setiap tahun seperti sebelumnya. Tetapi mereka diberi kekuasaan mengatur pemerintahan, pengadilan, keamanan dan sebagainya. Semenjak itu timbulah Republik Kecil yang berpusat di Monterado dan orang Dayak pindah ke daerah yang aman dari orang Cina.
<!--[if !supportLineBreakNewLine]-->
<!--[endif]-->
Pada Oktober 1771 kota Pontianak berdiri. Tahun 1772 datang seorang bernama Lo Fong (Pak) dari kampung Shak Shan Po, Kunyichu, Kanton membawa 100 keluarganya mendarat di Siantan, Pontianak Utara. Sebelumnya di Pontianak sudah ada kongsi Tszu Sjin dari suku Tio Ciu yang memandang Lo Fong sebagai orang penting. Mandor dan sekitarnya juga telah didiami suku Tio Ciu, terutama dari Tioyo dan Kityo. Daerah Mimbong didiami pekerja dari Kun-tsu dan Tai-pu. Seorang bernama Liu Kon Siong yang tinggal dengan lebih dari lima ratus keluarganya mengangkat dirinya sebagai Tai-Ko di sana. Di San Sim (Tengah-tengah Pegunungan) berdiam pekerja dari daerah Thai-Phu dan berada di bawah kekuasaan Tong A Tsoi sebagai Tai-Ko.
Lo Fong kemudian pindah ke Mandor dan membangun rumah untuk rakyat, majelis umum (Thong) serta pasar. Namun ia merasa tersaingi oleh Mao Yien yang memiliki pasar 220 pintu, terdiri dari 200 pintu pasar lama yang didiami masyarakat Tio Tjiu, Kti-Yo, Hai Fung dan Liuk Fung dengan Tai-Ko Ung Kui Peh dan 20 pintu pasar baru yang didiami masyarakat asal Kia Yin Tju dengan Tai-Ko Kong Mew Pak. Mao Yien juga mendirikan benteng Lan Fo (Anggrek Persatuan) dan mengangkat 4 pembantu dengan nama Lo-Man. Lo Fong kemudian mengutus Liu Thoi Ni untuk membawa surat rahasia kepada Ung Kui Peh dan Kong Mew Pak, sehingga mereka terpaksa menyerah dan menggabungkan diri di bawah kekuasaan Lo Fong tanpa pertumpahan darah. Lo Fong kemudian juga merebut kekuasaan Tai-Ko Liu Kon Siong di daerah Min Bong (Benuang) sampai ke San King (Air Mati).
Abad 18
Lo Fong kemudian menguasai pertambangan emas Liu Kon Siong dan pertambangan perak Pangeran Sita dari Ngabang. Kekuasaan Lo Fong meliputi kerajaan Mempawah, Pontianak dan Landak dan disatukan pada tahun 1777 dengan nama Republik Lan Fong. Tahun 1795 Lo Fong meninggal dunia dan dimakamkan di Sak Dja Mandor. Republik yang setiap tahun mengirim upeti kepada Kaisar Tiongkok ini pun bubar. Oleh orang Cina Mandor disebut Toeng Ban Lit (daerah timur dengan 1000 undang-undang . Tahun 1795, berkobar pertempuran antara kongsi Tai-Kong yang berpusat di Monterado dengan kongsi Sam Tiu Kiu yang berpusat di Sambas karena pihak Sam Tiu Kiu melakukan penggalian emas di Sungai Raya Singkawang, daerah kekuasaan Tai-Kong. Tahun 1796, dengan bantuan kerajaan Sambas, kongsi Sam Tiu Kiu berhasil menguasai Monterado. Namun seorang panglima sultan bernama Tengku Sambo mati terbunuh ketika menyerbu benteng terakhir kongsi Tai Kong. Perang ini oleh rakyat Sambas disebut juga Perang Tengku Sambo.
A.2.3. Masa Penjajahan
Sistem Pemerintahan Hindia Belanda mulai diberlakukan di Kalimantan Selatan ketika F.N. Nieuwenhuyzen mengumumkan Proklamasi Penghapusan Kerajaan Banjarmasin pada tanggal 11 Juni 1860. Dalam proklamasi tersebut antara lain dinyatakan Kerajaan Banjar dihapuskan dan tidak lagi diperintah oleh raja (sultan) dan seluruh pemerintahan di lingkungan bekas Kerajaan Banjar langsung di bawah kekuasaan Gubernemen Hindia Belanda di bagian Selatan dan Timur pulau Borneo<!--[if !supportFootnotes]-->[12]<!--[endif]-->.
Kemudian dibentukan Karesidenan Afdeling Selatan dan Timur Borneo, maka pada tahun 1865 Belanda, afdeling di wilayah-wilayah bekas kesultanan Banjar yang telah dikuasai,sebagai berikut :
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Afdeling Banjarmasin termasuk Onderafdeling Kween (Kuin)
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Afdeling Martapura yang terbagi atas lima district. (Martapura, Riam Kiwa, Riam Kanan, Banua Ampat, Margasari
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Afdeling Tanah Laut, terbagi atas empat district (Pleihari, Tabanio, Maluka dan Satui
<!--[if !supportLists]-->4. <!--[endif]-->Afdeling Amuntai yang terbagi atas tujuh district (Amuntai, Nagara, Balangan, Alai, Amandit, Tabalong, Kalua<!--[if !supportFootnotes]-->[13]<!--[endif]-->
Keorganisasian pemerintahan Hindia Belanda selalu mengalami perubahan, begitupula dengan jumlah afdeling dan distriknya. Berdasarkan Staatsblad tahun 1898 nomor 178, di daerah Borneo bagian Selatan dibagi ke dalam beberapa wilayah administratif, yakni Afdeling Banjarmasin dan daerah sekitarnya (ommelanden) Afdeling Martapura; Afdeling Kandangan; Afdeling Amuntai; Afdeling Tanah-tanah Dusun/Teweh (Doesoenlanden); Afdeling Tanah-tanah Dayak/Kapuas (Dajaklanden); Afdeling Sampit; Afdeling Pasir dan Tanah Bumbu<!--[if !supportFootnotes]-->[14]<!--[endif]-->.
Tercatat dalam buku sejarah propinsi Kalimantan Selatan<!--[if !supportFootnotes]-->[15]<!--[endif]--> bahwa Sultan Tahmidullah II pada tahun 1787 menyerahkan kemerdekaan dan kedaulatan kerajaan kepada VOC (Veregnide Oost Indische Company) yang ditandai dengan Akte penyerahan (Acte van afstand) tertanggal Kayutangi 17-8-1787. Akte penyerahan tersebut ditandatangani oleh Sultan Tahmidullah II di depan Residen Walbeck. Hal ini terjadi setelah Sultan Tahmidullah berhasil menguasai tahta kerajaan dengan bantuan VOC dan selanjutnya Kerajaan Banjar menjadi taklukan VOC.
Berdasarkan akte peenyerahan tersebut, Sultan Tahmidullah juga menyerahkan status wilayah kekuasaannya termasuk daerah-daerah dayak ((dajaksche provintien) ke bawah kekuasaan VOC. Setelah VOC dinyatakan bangkrut dan bubar, selanjutnya penguasaan daerah bekas taklukan VOC diambil alih oleh kerajaan Belanda melalui Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia (sekarang Jakarta). Dengan demikian daerah dayak juga berada di bawah kekuasaan Gubernur Jenderal Hindia Belanda.
Pada tanggal 1 Januari 1817, ditanda tangani kontrak persetujuan Karang Intan I oleh sultan Sulaiman di depan Residen Arnout van boekholzt dari pemerintah hindia Belanda. Enam tahun kemudian, yakni tanggal 13 september 1923, dilakukan alterasi dan ampliasi (perubahan, peralihan, penambahan, perluasan dan penyepurnaan) yang dikenal dengan nama Kontrak Persetujuan Karang Intan II. Kontrak tersebut juga ditanda tangani oleh Sultan Sulaiman di depan Residen Mr.Tobias.
Berdasarkan kontrak persetujuan ke II ini, Sultan melepaskan secara penuh hak-haknya atas seluruh kawasan di Kalimantan yang dianggap sebagai wilayah kerajaan Banjar itu, termasuk yang disebut Belanda sebagai Daerah Dayak (Dajaksche provintien). Pihak Pemerintah Hindia Belanda kemudian melakukan pemetaan di kawasan dajaksche provintien. Sungai kahayan dalam pemerintaha Belanda di sebut Groote dajak Rivier sedang sungai kapuas di sebut Kleinee dajak rivier
<!--[if !supportAnnotations]-->[R4]<!--[endif]-->
Sebelum adanya akte penyerahan Kayutangi tersebut, wilayah Dajaksche provintien yang kini dikenal sebagai wilayah Propinsi Kalimantan Tengah tidak langsung dikuasai VOC. Ketika Perang Banjar (1859-1865) usai dengan Belanda sebagai pemenangnya, suku dayak masih melanjutkan pertempurannya melawan Belanda yang dikenal dengan nama Perang Barito (1865-1905). Tetapi akibat akte penyerahan serta Kontrak Perjanjian Karang Intan I dan II, tertancaplah kekuasaan penjajah Belanda di Kaimantan.
Namun penguasaan yang sangat luas itu tidak berlangsung mulus. Belanda mengalami kekurangan tenaga dalam mengelola pemerintahan meskipun telah dilakukan pembagian wilayah. Belanda kemudian membatasi kekuasaan langsungnya pada tingkat onderafdeling saja, sedang untuk pemerintahan distrik dan onderdistrik Belanda menggunakan para petinggi Suku Dayak. Beberapa Temanggong dan Damang diangkat menududuki jabatan Kepala distrik dan kepala onderdistrik.
Sejak tahun 1823, kawasan yang disebut wilayah dayak (Dajaksche provintien) dimasukan dalam wilayah yang disebut kapoeas-Moeroeng Gabied yang merupakan bagian dari afdeling Marabahan yang berkedudukan di Marabahan membawahi beberapa Onderafdeling, salah satunya adalah Onderafdeling Koeala Kapoeas yang dipimpin seorang Controleur. Salah satu distrik dilingkup Onderafdeling koeala Kapoeas adalah distrik Pangkoh yang berkedudukan di Pangkoh. Wilayah distrik Pangkoh meliputi seluruh aliran sungai Kahayan dan pada tahun 1872 dipimpin oleh Temanggong Rambang sebagai kepala distrik.
Memasuki abad ke-20 (tahun 1913), kawasan kapoeas-Moeroeng gebied dibentuk menjadi 2 afdeling yaitu (1) afdeling dajaklanden (tanah dayak) berkedudukan di Banjarmasin,dan (2)Afdeling dusunlanden (tanah dusun)berkedudukan di Muara teweh. Distrik pangkoh yang sebelumnya membawahi seluruh aliran Sungai kahayan dihapuskan dan dibentuk 2 onderafdeling yaitu (1)onderafdeling boven dajak berkedudukan di Kuala Kurun,dan (2) onderafdeling Beneden dajak berkedudukan di Kuala Kapuas. Desa/kampung Pahandut terletak dalam onderafdeling Beneden dajak. Kedua onderafdeling termasuk dalam lingkup afdeling dajaklanden.
Pada tahun 1946, afdeling kapuas Barito beserta seluruh onderafdeling-nya dihapus. Bekas wilayah onderafdeling Beneden dajak di pecah menjadi 2 distrik,yaitu (1) distrik Kapuas dan (2)distrik Kahayan. Distrik kahayan itu sendiri terbagi menjadi 2 onderdistrik,yaitu (1) Onderdistrik kahayan Hilir dengan Ibukota Pulang Pisau dan (2) Onderdistrik Kahayan Tengah dengan ibukota Pahandut.
Kaltim ; Pada tanggal 11 Oktober 1844, Sultan A.M. Salehuddin harus menandatangani perjanjian dengan Belanda yang menyatakan bahwa Sultan mengakui pemerintahan Hindia Belanda dan mematuhi pemerintah Hindia Belanda di Kalimantan yang diwakili oleh seorang Residen yang berkedudukan di Banjarmasin.
Kalbar : SEJARAH KAPUAS HULU PADA ZAMAN BELANDA

Sejumlah pegunungan yang membentang di Kabupaten Kapuas Hulu, serupa Schwaner dan Muller, ternyata diabadikan dari nama sejumlah pelaku ekspedisi berkebangsaan asing pertengahan abad XIX di daerah itu. Wilayah perbatasan antara Kapuas dan Mahakam merupakan salah satu wilayah yang paling terpencil di Borneo. Di sebelah timur, daerah Mahakam Hulu, yang terisolasi oleh jeram-jeram yang sangat berbahaya, di mana suku Kayan-Mahakam, suku Busang termasuk sub suku Uma Suling dan lain-lain serta suku Long Gelat sebuah sub suku dari Modang menempati daratan-daratan yang subur, sedangkan suku Aoheng mendiami daerah berbukit-bukit. Di sebelah barat, daerah Kapuas Hulu dengan kota niaga kecil Putussibau, dikelilingi oleh desa-desa Senganan, Taman dan Kayan. Lebih ke hulu lagi, dua desa kecil Aoheng dan Semukng. Di antara keduanya, sebuah barisan pegunungan yang besar mencapai ketinggian hampir 2000 meter didiami oleh suku nomad Bukat atau Bukot dan Kereho atau Punan Keriu, serta suku semi nomad Hovongan atau Punan Bungan.

Orang asing pertama yang mencapai dan melintasi pegunungan ini adalah Mayor Georg Muller, seorang perwira zeni dari tentara Napoleon I yang sesudah Waterloo masuk dalam pamongpraja Hindia Belanda. Mewakili pemerintah kolonial, ia membuka hubungan resmi dengan sultan-sultan di pesisir timur Borneo. Pada tahun 1825, kendati Sultan Kutai enggan membiarkan tentara Belanda memasuki wilayahnya, Muller memudiki Sungai Mahakam dengan belasan serdadu Jawa. Hanya satu serdadu Jawa yang dapat mencapai pesisir barat. Berita kematian Muller menyulut kontroversi yang berlangsung sampai tahun 1850-an dan dihidupkan kembali sewaktu-waktu setiap kali informasi baru muncul. Sampai tahun 1950-an pengunjung-pengunjung daerah itu pun masih juga menanyakan nasib Muller.
Bahkan sampai hari ini hal-hal sekitar kematian Muller belum juga terpecahkan. Diperkirakan Muller telah mencapai kawasan Kapuas Hulu dan dibunuh sekitar pertengahan November 1825 di Sungai Bungan, mungkin di jeram Bakang tempat ia harus membuat sampan guna menghiliri Sungai Kapuas. Sangat mungkin bahwa pembunuhan Muller dilakukan atas perintah Sultan Kutai, disampaikan secara berantai dari satu suku kepada suku berikutnya di sepanjang Mahakam dan akhirnya dilaksanakan oleh sebuah suku setempat, barangkali suku Aoheng menurut dugaan Nieuwenhuis. Karena Muller dibunuh di pengaliran Sungai Kapuas, dengan sendirinya sultan tidak dapat dituding sebagai pihak yang bertanggungjawab. Bagaimanapun, ketika ekspedisi Niewenhuis berhasil melintasi daerah perbatasan hampir 70 tahun kemudian, pada hari nasional Perancis tahun 1894, barisan pegunungan ini diberi nama Pegunungan Muller.

Menjelang pertengahan abad XIX, Belanda telah berhasil menguasai daerah-daerah pesisir dan perdagangan di muara sungai besar. Penguasaan niaga saja ternyata tidaklah cukup, dan kekuatan-kekuatan kolonial membutuhkan penguasaan teritorial yang sesungguhnya, yang berdasarkan struktur-struktur administratif dan militer. Dalam rangka inilah ekspedisi-ekspedisi besar dilakukan pada perempat akhir abad XIX. Ekspedisi ke Kapuas Hulu dimulai pada 1893 oleh Nieuwenhuis. Eksplorasi lebih lanjut lalu menyusul pada tahun-tahun pertama abad yang baru oleh Enthoven di Kapuas Hulu Hingga di tahun 1930-an, seluruh pedalaman Borneo telah jatuh di bawah kekuasaan sebenarnya dari kekuatan-kekuatan kolonial, kecuali Kesultanan Brunei yang sudah sangat menciut.

Informasi tentang Borneo dari sebelum zaman penjajahan tidak banyak diketahui. Abad XIX terjadi migrasi suku Dayak Iban secara besar-besaran, memasuki lembah Rejang dari selatan, mungkin dari daerah aliran Sungai Kapuas. Sebelumnya di daerah aliran Sungai Rejang tidak terdapat suku Iban. Dengan bermigrasi ke daerah hulu sungai Saribas dan sungai Rejang, suku Iban menyerang suku Kayan di daerah hulu sungai-sungai itu pada tahun 1863 dan terus maju ke utara dan ke timur. Pesta perang dan serangan pengayauan menyebabkan suku-suku lain terusir dari lahannya. Menjelang awal tahun 1900-an suku Dayak pengayau telah memasuki daerah hulu Sungai Rajang, Kayan, Mahakam dan Kapuas yang terpencil.
Pada 6 September 1818 Belanda masuk ke Kerajaan Sambas. Tanggal 23 September Muller dilantik sebagai Pejabat Residen Sambas dan esoknya mengumumkan Monterado di bawah kekuasaan pemerintahan Belanda. Pada 28 November diadakan pula pertemuan dengan kepala-kepala kongsi dan orang-orang Cina di Sambas. Tahun 1819, masyarakat Cina di Sambas dan Mandor memberontak dan tidak mengakui pemerintahan Belanda. Seribu orang dari Mandor menyerang kongsi Belanda di Pontianak. Pada 22 September 1822 diumumkan hasil perundingan segitiga antara Sultan Pontianak, pemerintahan Belanda dan kepala-kepala kongsi Cina.
Namun pada 1823, setelah berhasil menguasai daerah Lara, Sin Ta Kiu (Sam Tiu Kiu), Sambas, kongsi Tai Kong mengadakan pemberontakan terhadap belanda karena merasa hasil perundingan merugikan pihaknya. Dengan bantuan Sam Tiu Kiu dan orang-orang Cina di Sambas, kongsi Tai Kong kemudian dipukul mundur ke Monterado.
Setelah gagal pada serangan kedua tanggal 28 Februari 1823, pada 5 Maret penduduk Cina yang memberontak menyatakan menyerah dan kemudian 11 Mei komisaris Belanda mengeluarkan peraturan-peraturan dan kewajiban-kewajiban kongsi-kongsi. Tahun 1850, kerajaan Sambas yang dipimpin Sultan Abubakar Tadjudin II hampir jatuh ke tangan perkongsian gabungan Tai Kong, Sam Tiu Kiu dan Mang Kit Tiu. Kerajaan Sambas meminta bantuan kepada Belanda. Tahun 1851, kompeni Belanda tiba dipimpin Overste Zorg yang kemudian gugur ketika perebutan benteng pusat pertahanan Sam Tiu Kiu di Seminis Pemangkat. Ia dimakamkan di bukit Penibungan, Pemangkat.
Abad 18
Tahun 1854 pemberontakan kian meluas dan didukung bangsa Cina yang di luar perkongsian. Belanda kemudian mengirimkan pasukan tambahan ke Sambas yang dipimpin Residen Anderson. Akhirnya pada 1856 Republik Monterado yang telah berdiri selama 100 tahun berhasil dikalahkan. Tanggal 4 Januari 1857 Belanda mengambil alih kekuasaan Cina di kerajaan Mempawah, dan tahun 1884 seluruh perkongsian Cina di Kalimantan Barat dibubarkan oleh Belanda. Tahun 1914, bertepatan dengan Perang Dunia I, terjadi pemberontakan Sam Tiam (tiga mata, tiga kode, tiga cara). Pemberontakan di Monterado dipimpin oleh bekas keluarga Republik Monterado, sedangkan pemberontakan di Mempawah dipimpin oleh bekas keluarga Republik Lan Fong. Mereka juga dibantu oleh masyarakat Melayu dan Dayak yang dipaksa untuk ikut. Pemberontakan berakhir tahun 1916 dengan kemenangan di pihak Belanda. Belanda kemudian mendirikan tugu peringatan di Mandor bagi prajurit-prajuritnya yang gugur selama dua kali pemberontakan Cina (tahun 1854-1856 dan 1914-1916). Perang 1914-1916 dinamakan Perang Kenceng oleh masyarakat Kalimantan Barat. Tahun 1921-1929 karena di Tiongkok (Cina) terjadi perang saudara, imigrasi besar-besaran orang Cina kembali terjadi dengan daerah tujuan Semenanjung Malaya, Serawak dan Kalimantan Barat.
Pada zaman pemerintahan Hindia Belanda berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal yang dimuat dalam STB 1938 No. 352, antara lain mengatur dan menetapkan bahwa ibukota wilayah administratif Gouvernement Borneo berkedudukan di Banjarmasin dibagi atas 2 Residentir, salah satu diantaranya adalah Residentie Waterafdeling Van Borneo dengan ibukota Pontianak yang dipimpin oleh seorang Residen. Pada tanggal 1 Januari 1957 Kalimantan Barat resmi menjadi provinsi yang berdiri sendiri di Pulau Kalimantan, berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956 tanggal 7 Desember 1956. Undang-undang tersebut juga menjadi dasar pembentukan dua provinsi lainnya di pulau terbesar di Nusantara itu. Kedua provinsi itu adalah Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.
A.2.4. Masa Kemerdekaan
But the country was not aiming at subjecting to it's former ruler again. Strong resistance, mainly on Jawa, and several diplomatical manouvres lead to the call for independence in 1945. The Netherlands didn't recognise the government, and only have Indonesia sovereignty four years later. Kalimantan did not play an important role during the battle for independence, but it had important military role in the Indonesian confrontation with Malaysia. Because both camps realized Sukarno was not looking for more land, but only internal political power, no big fights were fought. Dayak at both sides of the borders used the opportunity to headhunt several people, the ultimate way to show courage. (Tetapi negeri adalah tidak mengarahkan tunduk kepada adalah penguasa/penggaris terdahulu lagi . Perlawanan yang kuat terutama di Jawa dan beberapa manuver diplomatik mendorong terjadinya kemerdekaan indonesia pada tahun 1945. Netherlands tidak mengenali pemerintah, dan hanya mempunyai Kedaulatan Indonesia empat tahun kemudian. Kalimantan tidak memainkan peranan penting dalam pertempuran untuk mencapai kemerdekaan, namun ketika terjadi konfrontasi antara Indonesia dengan malaysia justru dimainkan peranannya. , Sebab kedua-duanya kemah [merealisir/sadari] Sukarno adalah tidak mencari lebih [] daratan, tetapi hanya kuasa politis internal, tidak (ada) perkelahian besar dilancarkan. Dayak pada kedua sisi (menyangkut) perbatasan menggunakan kesempatan ke headhunt beberapa orang, jalan/cara yang terakhir untuk menunjukkan keberanian)
A.2.5. Sejarah Pembentukan Wilayah Administrasi
Pada masa kemerdekaan yakni sesudah pemulihan kedaulatan yang ditandai dengan konprensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 14 Agustus 1950 pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS) mengeluarkan Peraturan Pemerintah nomor 21 tahun 1950 yang menetapkan pembagian wilayah RIS atas 10 propinsi (propinsi administratif). Satu diantaranya adalah Propinsi Kalimantan. Propinsi Kalimantan meliputi 3 keresidenan yakni Keresidenan kalimantan Barat, Keresidenan kalimantan Selatan dan Keresidenan kalimantan Timur.
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Residentie Zuid-Borneo (Keresidenan kalimantan Selatan)
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Residentie Oost-Borneo (keresidenan kalimantan Timur)
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Residentie West-Borneo (keresidenan Kalimantan Barat)^
Eks Daerah Otonom Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin dibentuk menjadi 3 Kabupaten yaitu ; (1) Kabupaten Kapuas,(2) Kabupaten Barito dan (3) Kabupaten Kotawaringin yang bersama-sama daerah Otonom Daerah Banjar dan Federasi Kalimantan Tenggara, di gabungkan kedalam Keresidenan Kalimantan Selatan.
Setelah satu tahun terbentuknya Propinsi Kalimantan dan setelah meninjau berbagai segi, rupanya pemerintah pusat berpendapat bahwa kini tibalah saatnya untuk meninjau kembali pembagian Kalimantan lebih lanjut dalam beberapa daerah otonom propinsi. Dan kabinet dalam rapatnya ke 33 tanggal 4 Oktober 1956 pada prinsipnya telah memutuskan untuk memekarkan Propinsi Kalimantan yang sekarang ini menjadi tiga propinsi otonom, sedangkan untuk memudahkan dibentuknya Propinsi Kalimantan Tengah kelak di kemudian hari, maka secara administratif Kalimantan Selatan segera sesudah berlakunya undang-undang tersebut akan dibagi menjadi dua keresidenan.
Propinsi Kalimantan Tengah yang akan meliputi Kabupaten Barito, Kabupaten Kapuas dan Kabupaten Kotawaringin pembentukannya ditangguhkan selambat-lambatnya tiga tahun. Penangguhan ini mengingat akan keadaan uang negara, besarnya penghasilan dapat dipungut oleh propinsi sendiri di daerahnya masing-masing serta keadaan peralatan pemerintah pada umumnya dan khususnya kekurangan akan tenaga-tenaga teknis yang kapabel<!--[if !supportFootnotes]-->[17]<!--[endif]-->.
Sesudah melalui sidang-sidang antara Dewan Perwakilan Rakyat dengan Pemerintah maka akhirnya disahkanlah Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 tentang tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Kalimantan Barat, Propinsi Kalimantan Selatan dan Propinsi Kalimantan Timur (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 65 Tahun 1956) yang diundangkan pada tanggal 7 Desember 1956. Tetapi di dalam Pasal 93 disebutkan bahwa Undang-undang ini mulai berlaku pada hari yang akan ditentukan oleh Menteri Dalam Negeri. Berdasarkan Surat Menteri Dalam Negeri Nomor 52/10/50 tanggal 12 Desember 1956 ditetapkan bahwa Undang-undang tersebut mulai diberlakukan pada tanggal 1 Januari 1957. Pada tanggal 9 Januari 1957 dengan disaksikan oleh Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia telah dilakukan serah terima kekuasaan pemerintahan antara Gubernur Kalimantan (Milono) dengan Acting Gubernur Kalimantan Selatan Syarkawi, Acting Gubernur Kalimantan Barat A.R Afloes, Acting Gubernur Kalimantan Timur Bambang Pranoto di Banjarmasin. Pada kesempatan ini telah diresmikan pula oleh Menteri Dalam Negeri Kantor Gubernur Pembentukan Propinsi Kalimantan Tengah di Banjarmasin<!--[if !supportFootnotes]-->[18]<!--[endif]-->.
Pasal 1 Undang-undang Nomor 25 Tahun 1956 tersebut di atas menyebutkan : “Daerah Otonom Propinsi Kalimantan sebagai dimaksud dalam Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1953 (Lembaran Negara 1953 Nomor 8) dibubarkan dan wilayahnya dibagi untuk sementara menjadi Daerah Tingkat I, yang berhak mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, dengan nama dan batas-batas sebagai berikut :
<!--[if !supportLists]-->1. <!--[endif]-->Propinsi Kalimantan Barat yang berkedudukan di Pontianak, yang wilayahnya meliputi Daerah-daerah Otonom Kabupaten Sambas, Pontianak, Ketapang, Sanggau, Sintang, Kapuas Hulu dan Kota Besar Pontianak, tersebut dalam Pasal 1 ad. 1 Nomor 9 sampai dengan 15 Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1953 (Lembaran Negara Nomor 9 Tahun 1953);
<!--[if !supportLists]-->2. <!--[endif]-->Propinsi Kalimantan Selatan yang berkedudukan di Banjarmasin, yang wilayahnya meliputi Daerah-daerah Otonom Kabupaten Banjar, Hulu Sungai Selatan, Hulu Sungai Utara, Barito, Kapuas, Kotawaringin, Kotabaru dan Kota Besar Banjarmasin, tersebut dalam Pasal 1 ad. 1 Nomor 1 sampai dengan 8 (delapan) Undang-undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953 (Lembaran Negara Nomor 9 Tahun 1953);
<!--[if !supportLists]-->3. <!--[endif]-->Propinsi Kalimantan Timur yang berkedudukan di Samarinda yang wilayahnya meliputi Daerah-daerah Otonom Istimewa Kutai, Bulongan dan Berau, tersebut dalam Pasal 1 ad. II Nomor 1 sampai 3 Undang-undang Darurat Nomor 2 Tahun 1953 (Lembaran Negara Nomor 9 Tahun 1953).<!--[if !supportFootnotes]-->[19]<!--[endif]-->
Di dalam Pasal 3 Undang-undang tersebut ditetapkan jumlah anggota Dewan Pemerintah Daerah (DPD) masing-masing Propinsi sekurang-kurangnya lima orang, dengan ketentuan jumlah tersebut diluar Gubernur Kepala Daerah Propinsi yang menjabat Ketua Dewan Pemerinah Daerah Propinsi dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPRD) Propinsi ini masing-masing terdiri dari tiga puluh orang. Kemudian dengan Undang-undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957 tentang Pembentukan Daerah Swatantra Propinsi Kalimantan Tengah dan Perubahan Undang-undang Nomor 25 tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Swantantra Propinsi Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur, maka terjadi pengurangan wilayah pemerintahan atas Propinsi Kalimantan Selatan. Propinsi Kalimantan Selatan yang semula terdiri dari delapan daerah kabupaten berkurang menjadi empat kabupaten dan satu kota besar, karena Kapuas, Barito dan Kotawaringin dimasukkan ke dalam wilayah Propinsi Kalimantan Tengah<!--[if !supportFootnotes]-->[20]<!--[endif]-->.
Dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1956, tentang Pembentukan DPRD dan DPD Peralihan, ditentukan antara lain bahwa DPRD Peralihan akan bubar, sesudah DPRD atas dasar pemilihan umum dilantik, tetapi selambat-lambatnya satu tahun. Pada tanggal 24 September 1956 dinyatakan mulai berlaku tentang undang-undang pemilihan anggota DPRD (dengan dasar pemilihan umum) berdasarkan Undang-undang Nomor 19 tahun 1956).<!--[if !supportFootnotes]-->[21]<!--[endif]-->
Tetapi meskipun satu tahun berlaku ternyata DPRD atas dasar Undang-undang tersebut belum dapat dibentuk , maka oleh Pemerintah Pusat dengan Undang-undang Darurat Nomor 9 Tahun 1957 yang ditetapkan kemudian dengan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1958, ditentukanlah perpanjangan masa kerja DPRD Peralihan dengan ketentuan baru dapat bubar setelah DPRD atas dasar pemilihan umum dilantik sampai dengan 17 Juli 1957. Sementara DPRD Peralihan terus berjalan, keluarlah Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 tentang Pokok-Pokok Peraturan Daerah sebagai pengganti Undang-undang Nomor 22 Tahun 1948 yang menjadi dasar pemerintahan daerah ke DPRD semula, karena undang-undang tersebut mulai berlaku pada tanggal 18 Januari 1957, sedangkan DPRD Peralihan di wilayah Kalimantan Selatan belum bubar maka dengan sendirinya DPRD Peralihan menjalankan wewenang berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957. Dan dengan dasar Undang-undang Nomor 1 Tahun 1957 inilah nama-nama daerah berubah yakni :
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->1. Propinsi menjadi Daerah Swatantra Tingkat I
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->2. Kabupaten menjadi Daerah Swatantra Tingkat II
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->3. Kota Besar menjadi Kotapraja<!--[if !supportFootnotes]-->[22]<!--[endif]-->.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 19 Tahun 1956 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1956 serta Petunjuk-petunjuk Menteri Dalam Negeri juga Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 25 Februari 1957 Nomor 13 Tahun 1957 (yang diubah beberapa kali), terakhir dengan Peraturan Daerah Propinsi Kalimantan Selatan tanggal 20 Desember 1957 Nomor 23 Tahun 1957 diadakan serentak Pemilihan Umum DPRD Swatantra Tingkat I dan Tingkat II/ Kotapraja di seluruh Wilayah Kalimantan Selatan (tidak termasuk lagi Kalimantan Tengah), masing-masing daerah telah tersusun dan dilantik pada pertengahan 1958. Kemudian menyusullah penyempurnaan Pemerintahan Daerah yang karena belum dapat dipilih oleh rakyat, dipilih oleh masing-masing DPRD. Adapun dasar dari pemilihan Kepala Daerah tersebut di atas adalah Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1957 tentang Penerapan Umum Mengenai Syarat-syarat Kecakapan Pengetahuan dan Cara serta Pengesahan Kepala Daerah.<!--[if !supportFootnotes]-->[23]<!--[endif]-->
Dengan keluarnya Undang-undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang Penetapan Undang-undang Darurat Tahun 1953 menjadi Undang-undang maka Daerah Tingkat I Kalimantan Selatan akhirnya mempunyai wilayah sebanyak tujuh Daerah Tingkat II / Kotapraja yang terdiri dari :
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->1. Daerah Kotapraja Banjarmasin dengan ibukotanya Banjarmasin
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->2. Daerah Tingkat II Banjar dengan ibukotanya Martapura
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->3. Daerah Tingkat II Barito Kuala dengan ibukotanya Marabahan
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->4. Daerah Tingkat II Hulu Sungai Selatan ibukotanya Kandangan
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->5. Daerah Tingkat II Hulu Sungai Tengah ibukotanya Barabai
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->6. Daerah Tingkat II Hulu Sungai Utara ibukotanya Amuntai
<!--[if !supportLists]--> <!--[endif]-->7. Daerah Tingkat II Kotabaru dengan ibukotanya Kotabaru.<!--[if !supportFootnotes]-->[24]<!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->[R5]<!--[endif]-->
Berdasarkan Undang Undang Darurat No.2 tahun 1953 <!--[if !supportAnnotations]-->[R6]<!--[endif]--> (Lembaran Negara Tahun 1953 No.8) terbentuk Daerah Kalimantan dengan ibukotanya di Banjarmasin. Perkembangan ketatanegaraan, maka Pemerintah Pusat mengeluarkan UU Nomor 25 tahun 1956 yang isinya membagi Kalimantan menjadi 3 (tiga) propinsi dan diberlakukan terhitung tanggal 1 januari 1957, maka Kalimantan menjadi Kalimantan timur, Kalimantan Selatan dan Kalimantan Barat. Penjelasan UU nomor 25 tahun 1956 tersebut hanya menyatakan, bahwa Kalimantan Tengah Akan dibentuk menjadi propinsi otonom selambat-lambatnya dalam jangka waktu tiga (3) tahun, sebelumnya akan dibentuk terlebih dahulu daerah kerisedenan sebagai persiapan.
Akhirnya dengan Undang-undang Darurat Nomor 10 Tahun 1957, lembaran Negara Nomor 53 tahun 1957 dan Tambahan Lembaran Negara tahun 1957 Nomor 1284 tertanggal 23 mei 1957 dibentuklah Propinsi Kalimantan Tengah
A.2.6. Masa Eksploitasi
Sejarah Kota Pontianak
Pada tanggal 24 Rajab 1181 Hijriah yang bertepatan pada tanggal 23 Oktober 1771 Masehi, rombongan Syarif Abdurrahman Alkadrie membuka hutan di persimpangan tiga Sungai Landak Sungai Kapuas Kecil dan Sungai Kapuas untuk mendirikan balai dan rumah sebagai tempat tinggal dan tempat tersebut diberi nama Pontianak. Berkat kepemimpinan Syarif Abdurrahman Alkadrie, Kota Pontianak berkembang menjadi kota Perdagangan dan Pelabuhan.
Tahun 1192 Hijriah, Syarif Abdurrahman Alkadrie dinobatkan sebagai Sultan Pontianak Pertama. Letak pusat pemerintahan ditandai dengan berdirinya Mesjid Raya Sultan Abdurrahman Alkadrie dan Istana Kadariah, yang sekarang terletak di Kelurahan Dalam Bugis Kecamatan Pontianak Timur.

Adapun Sultan yang pernah memegang tampuk Pemerintahan Kesultanan Pontianak:
1. Syarif Abdurrahman Alkadrie memerintah dari tahun 1771-1808
2. Syarif Kasim Alkadrie memerintah dari tahun 1808-1819.
3. Syarif Osman Alkadrie memerintah dari tahun 1819-1855.
4. Syarif Hamid Alkadrie memerintah dari tahun 1855-1872.
5. Syarif Yusuf Alkadrie memerintah dari tahun 1872-1895.
6. Syarif Muhammad Alkadrie memerintah dari tahun 1895-1944.
7. Syarif Thaha Alkadrie memerintah dari tahun 1944-1945.
8. Syarif Hamid Alkadrie memerintah dari tabun 1945-1950.
SEJARAH PEMERINTAHAN KOTA
Kota Pontianak didirikan oleh Syarif Abdurrahman Alkadrie (lahir 1742 H) yang membuka pertama Kota Pontianak, pada hari Rabu tanggal 23 Oktober 1771 bertepatan dengan tanggal 14 Radjab 1185, untuk kemudian pada Hijriah sanah 1192 delapan hari bulan Sja'ban hari Isnen, SYARIF ABDURRAHMAN ALKADRIE dinobatkan menjadi Sultan Kerajaan Pontianak.
Selanjutnya 2 tahun kemudian setelah Sultan Kerajaan Pontianak dinobatkan, maka pada Hijrah sanah 1194 bersamaan tahun 1778, masuk dominasi kolonialis Belanda dari Batavia (Betawi) utusannya Petor (Asistent Resident) dari Rembang bernama WILLEM ARDINPOLA, dan mulai pada masa itu bangsa Belanda berada di Pontianak, oleh Sultan Pontianak. Bangsa Belanda itu ditempatkan di seberang Keraton Pontianak yang terkenal dengan nama TANAH SERIBU (Verkendepaal).
Dan baru pada tanggal 5 Juli 1779, 0.1. Compagnie Belanda membuat perjanjian (Politiek Contract) dengan Sultan Pontianak tentang penduduk Tanah Seribu (Verkendepaal) untuk dijadikan tempat kegiatan bangsa Belanda, dan seterusnya menjadi tempat/kedudukan Pemerintah Resident het Hoofd Westeraffieling van Borneo (Kepala Daerah Keresidenan Borneo lstana Kadariah Barat), dan Asistent Resident het Hoofd der Affleeling van Pontianak (Asistent Resident Kepala Daerah Kabupaten Pontianak) dan selanjutnya Controleur het Hoofd Onderaffleeling van Pontianak/ Hoofd Plaatselijk Bestur van Pontianak (bersamaan dengan Kepatihan) membawahi Demang het Hoofd der Distrik Van Pontianak (Wedana) Asistent Demang het Hoofd der Onderdistrik van Siantan (Ass. Wedana/ Camat) Asistent Demang het Hoofd der Onderdistrik van Sungai Kakap (Ass. Wedana/Camat).
Kronologis berdirinya Plaatselijk Fonds seterusnya Stadsgemeente, Pemerintah Kota Pontianak, Kotapraja, Kota Besar, Kotamadya Dati 11 Pontianak dapat diuraikan sebagai berikut :
PLATSELIJK FONDS
Berada dibawah kekuasaan Asistent Resident het Hoofd der Affleeling van Pontianak (semacam Bupati KDH Tk. II Pontianak). Plaatselijk Fonds merupakan badan, yang mengelola dan mengurus Eigendom (milik) Pemerintah, dan mengurus dana /keuangan yang diperoleh dari : Pajak, Opstalperceelen, Andjing Reclame, Minuman keras dan Retribusi Pasar, penerangan jalan, semuanya berdasarkan Verordening/Peraturan yang berlaku.
Daerah kerja Platselijk Fonds adalah daerah Verkendepaal (Tanah Seribu). Pimpinan Plaatselijk Fonds terdiri dari : Voorziter (Ketua) Beheerder Staadfonds (Pimpinan selain Voorzter), Sekretaris. Behercomisie dibantu beberapa Comisieleden (Pengawasan) Plaatselijk Fonds, setelah pendaratan Jepang, praktis terhenti, terkecuali soal kebersihan, dan bekerja kembali dengan pimpinan tentara Jepang, setelah masuk tenaga sipil Jepang dan adanya Kenkarikan (semacam Asisten Resident) Jepang, maka Platselijk Fonds dihidupkan kembali berganti nama SHINTJO yang dipimpin orang Indonesia yaitu Alin. Bp. MUHAMMAD ABDURRACHMAN sebagai SHINTJO dan untuk Pimpinan Pemerintah Sipil tetap ada Demang & Ass. Demang dengan nama Jepang adalah GUNTJO.
STADSGEMEENTE (LAMDSHAAP GEMEENTE)
Berdasarkan Besluit Pemerintah Kerajaan Pontianak tanggal 14 Agustus 1946 No. 24/1/1940 PK yang disahkan/Goedgskeurd de Resident der WesteraMeeling Van Borneo (Dr. J VAN DER SWAAL) menetapkan sementara sebagai berikut:

Yang menjadi Syahkota pertama adalah R. SOEPARDAN, dan Syahkota melakukan serah terima harta benda dan keuangan Platselijk Fonds pada tanggal 1 Oktober 1946 dari Staats Fonds MUHAMMAD ABDURRACHMAN.
Masa jabatan Syahkota R. SOEPARDAN 1 Oktober 1946 dan berakhir awal tahun 1948, untuk selanjutnya berdasarkan penetapan Pemerintah Kerajaan Pontianak diangkat ADS. HIDAYAT, dengan jabatan BURGERMESTER Pontianak sampai tahun 1950.
PEMERINTAHAN KOTA PONTIANAK
Pembentukan Stadsgerneente bersifat sementara, maka Besluit Pemerintah Kerajaan Pontianak
tanggal 14 Agustus 1946 No. 24/1/I946/KP dirobah dan diperhatikan kembali dengan Undang-Undang Pemerintah Kerajaan Pontianak tanggal 16 September 1949 No. 40/1949/KP, memutuskan mulai dari tanggal Peraturan ini berlaku maka Keputusan Pemerintah Kerajaan Pontianak bertanggal 14 Agustus 1946 No. 24/1/1946/KP dirubah dan diperhatikan kembali. Dalam undang-undang ini disebut Peraturan Pemerintah Pontianak dan membentuk Pemerintah kota Pontianak. Sedangkan perwakilan rakyat disebut Dewan Perwakilan Penduduk Kota Pontianak. Walikota pertama ditetapkan oleh Pemerintah Kerajaan Pontianak adalah NY. ROHANA MUTHALIB, sebagai wakil Walikota Pontianak, dan apa sebab kedudukannya sebagai Wakil Walikota Pontianak, mengingat pasal 25 dari U.U. Ketua Pontianak sebagai Walikota hanya dapat diangkat lelaki yang menurut keputusan Hakim.
Sebagai pengganti NY. ROHANA MUTHALIB, oleh Pemerintah diangkat SOEMARTOYO, sebagai Walikota Besar Pontianak, mengingat peralihan Kekuasaan Swapraja Pontianak kepada Bupati/Kabupaten Pontianak tidak termasuk, maka Pemerintah Daerah Kota Besar Pontianak berstatus Otonom. Sesuai dengan perkembangan Tata Pemerintahan, maka dengan Undang-Undang Darurat Nomor 3 Tahun 1953, bentuk Pemerintahan LANDSCHAP GEMEENTE, ditingkatkan menjadi KOTA PRAJA Pontianak. Pada masa ini Urusan Pemerintahan terdiri dari Urusan Pemerintahan Umum dan Urusan Pemerintahan Daerah ( Otonomi Daerah ).
Selanjutnya perkembangan Pemerintah Kota Praja Pontianak berubah dan sebutannya yaitu dengan berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1957 Penetapan Presiden No.6 Tahun 1959 dan Penetapan Presiden No.5 Tahun 1960, Instruksi Menteri Dalam Negeri No.9 Tahun 1964 dan Undang Undang No. 18 Tahun 1965, maka berdasarkan Surat Keputusan DPRD-GR Kota Praja Pontianak No. 021/KPTS/DPRD-GR/65 tanggal 31 Desember 1965, nama Kota Praja Pontianak diganti menjadi KOTAMADYA PONTIANAK. Kemudian dengan Undang-Undang No.5 Tahun 1974, maka sebutan/nama Kotamadya Pontianak berubah menjadi KOTAMADYA DAERAH TINGKAT II PONTIANAK. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah di Daerah yang diterbitkan oleh Pemerintah Republik Indonesia merubah sebutan untuk Pemerintah Tingkat 11 Pontianak menjadi sebutan Pemerintah Kota Pontianak.
<!--[if !supportFootnotes]-->

<!--[endif]-->
<!--[if !supportFootnotes]-->[1]<!--[endif]--> Harry Widianta dan Retno Handini. Ekskavasi Situs Gua Babi Tahap III - IV Kabupaten Tabalong Propinsi Kalimantan Selatan. Laporan Penelitian Arkeologi Banjarmasin. 1998/1999.
<!--[if !supportFootnotes]-->[2]<!--[endif]--> Sartono Kartodirdjo, ”Historiografi Tradisional, Modern , Fungsi dan Strukturnya”, dalam Makalah Simposium Internasional Ilmu Humaniora I, Fakultas Sastra Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 1993, hal. 7.
<!--[if !supportFootnotes]-->[4]<!--[endif]--> http://0141117.tripod.com/sejarah.htm
<!--[if !supportFootnotes]-->[5]<!--[endif]--> “Hikayat Banjar” adalah sebuah manuskrip tua yang telah lama dikenal di daerah Kalimantan Selatan sejak Zaman Kerajaan Banjar. Nama asli dari manuskrip tersebut beberapa macam, misalnya : Hikayat Lambung Mangkurat, Tutur Candi, Hikayat Raja-raja Banjar dan Kotawaringin, Cerita Lambung Mangkurat dan Turunan Raja-raja Banjar dan Kotawaringin. Tidak diketahui mengenai penulis Hikayat Banjar, tetapi satu hal yang jelas adalah penulis atau penyalinnya bukanlah satu orang Raja, melainkan ditulis dan/atau disalin dari sumber lisan oleh orang banyak. Oleh karena itu dapat dimengerti jika terdapat banyak koleksi naskah Hikayat Banjar yang tidak sama bentuk dan isinya.
<!--[if !supportFootnotes]-->[6]<!--[endif]--> Lihat J.J. Ras, Hikayat Banjar: A Study in Malay Historiography, The Martinus Nijhoff, 1968, hal. 238.
<!--[if !supportFootnotes]-->[7]<!--[endif]--> Tentang Sarunai Fridolin Ukur menyebutnya sebagai sebuah kerajaan Orang Dayak Maanyan yang rusak oleh Jawa. Lihat .Fridolin Ukur, Tanya Jawab Tentang Suku Dayak, BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hal. 46.
<!--[if !supportFootnotes]-->[9]<!--[endif]--> Menurut Schrieke, Keling identik dengan Kediri Utara lihat B. Schrieke, Indonesian Sociological Studies Part Two, N.V. Mijvarking van Hocke, Bandung, 1957, hal. l26.
<!--[if !supportFootnotes]-->[10]<!--[endif]--> A. Van Der Ven, op.cit., hal.93
<!--[if !supportFootnotes]-->[11]<!--[endif]--> M.Z. Arifin Anis,”Banjarmasih Sebagai Bandar Perdagangan Pada Abad XVII”.Dalam Jurnal Vidya Karya Nomor 2, Oktober 2000, Banjarmasin, hal. 91
<!--[if !supportFootnotes]-->[12]<!--[endif]--> Lebih jauh tentang isi Proklamasi 11 Juni 1860, lihat Amir Hasan Kiai Bondan, Suluh Sedjarah Kalimantan, Fadjar, Banjarmasin, 1953, hal. 51-53 dan H.G. Gusti Mayur, Perang Banjar, CV. Rapi, Banjarmasin, 1979, hal. 60-61.
<!--[if !supportFootnotes]-->[13]<!--[endif]--> Soenarto et al., ibid., hal. 32-33. Lihat pula Depdikbud, Sejarah Daerah Kalimantan Selatan, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Banjarmasin, 1977/1978, hal. 64-65 yang terdiri dari 3 afdeling yaitu Afdeling Banjarmasin, Afdeling Martapura dan Afdeling Amuntai. Bandingkan dengan Amir Hasan Kiai Bondan, op.cit., hal. 192-194.
<!--[if !supportFootnotes]-->[14]<!--[endif]--> M. Idwar Saleh et al, Sejarah Daerah Tematis Zaman Kebangkitan Nasional (1900-1942) di Kalimantan Selatan, Proyek Penelitian dan Pencatatan Kebudayaan Daerah, Banjarmasin, 1978/1979,
<!--[if !supportFootnotes]-->[15]<!--[endif]--> bagian ini diambil dari anonim (1978),sejarah daerah Kalimantan Selatan. Departemen pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta;Gusti Mayur H (1979). Perang Banjar. CV Rapi. Banjarmasin dan Anonim (2002)Sejarah kaimantan Tengah.Draft-3.Naskah Belum diterbitkan
<!--[if !supportFootnotes]-->[17]<!--[endif]--> Alex A. Koroh, op.cit, hal. 58.
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]--><!--[if !supportAnnotations]--><!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->[R1]<!--[endif]-->Masukkan kedalam sejarah saja
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]--><!--[if !supportAnnotations]--><!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->[R2]<!--[endif]-->Kerajaan islam
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]--><!--[if !supportAnnotations]--><!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->[t3]<!--[endif]-->Lebih detail permasalajhan migrasi penduduk cari di Bab 8
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]--><!--[if !supportAnnotations]--><!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->[R4]<!--[endif]-->Cek lagi. Sebelum 1865 kalseltim dikuasai secara tidak langsung oleh VOC, Kekalahan Pada perang Banjar menyebabkan kerajaan Banjar dan Bawahannya di kuasai penuh kecuali Kalteng karena mereka masih berperang sampai tahun 1905
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]--><!--[if !supportAnnotations]--><!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->[R5]<!--[endif]-->Dari sejarah banjar.
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]-->
<!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]--><!--[if !supportAnnotations]--><!--[endif]--><!--[if !supportAnnotations]-->
<!--[endif]-->

4 Comments:

At 1:41 AM, Anonymous ba16 said...
BUKAN - "Tanya Jawab Tentang Suku Dayak," BPK Gunung Mulia, Jakarta, 1977, hal. 46. - Maksudnya buku Fredolin Ukur, "Tantang-djawab suku Dayak : suatu penjelidikan tentang unsur2 jang menjekitari penolakan dan penerimaan Indjil dikalangan suku-Dajak dalam rangka sedjarah geredja di Kalimantan, 1835-1945." - Jadi bukan tanya jawab, tetapi tantang djawab ...  
At 10:00 PM, Anonymous Asrun Akil said...
Memang benar Borneo merupakan kawasan terawal yang dihuni manusia di Asia Tenggara dan Pasifik. Sebelum Agop Atas, peralatan batu yang lebih halus telah digunakan di kawasan Tingkayu (tidak jauh dari Agop Atas)kira-kira pada 30000 tahun sebelim masihi. Untuk lebih lanjut kunjungi blog http://kunakians.blogspot.com  
At 4:12 PM, Blogger Ratih Juhara said...
Artikel yang menarik mengenai Sejarah perkembangan suatu daerah Keep share  
At 1:29 PM, Anonymous Anonymous said...
saya protes !!!!!!!!!!! Pada sejarah diatas terdapat kalimat yang menyebutkan "Selama abad ke-14 dan abad ke-15, di bagian selatan, barat dan timur Borneo merupakan daerah-daerah di bawah kekuasaan kerajaan Majapahit di Jawa Timur". Kalimat ini sangat menyinggung kami orang Dayak di Kalimantan. Sehebat apa sih MAjapahit lalu menguasai pesisir Kalimantan lalu menyebutnya dibawah kekuasaan. Bahasa dibawah kekuasaan itu yang menjadi masalah besar bagi kami. Anda seorang penulis sejarah kalau menulis sejarah jangan asal bicara. apa anda pernah hidup dijaman itu sehingga tahu persis bahwa Kalimantan dibawah kekuasaan Majapahit. Silahkan lihat di buku Negara Kertagama tidak tercantum perkataan Borneo dibawah Kekuasaan. Bahasa itu adalah bahasa politis si penulis itu sendiri. Jelas kami tidak terima. Sebaiknya sebelum anda menulis kalimat tersebut selidiki dulu siapa Gajah Mada, jika sudah jelas baru anda menulis tentang Majapahit. Pada abad ke 9 saja sudah ada orang Dayak yang digambarkan di candi Borobudur bukan berarti sudah ada hubungan antara orang Jawa dan Orang Dayak. Anda tahu sendiri jaman candi borobudur itu merupakan candi agama Budha. Agama Budha berkembang pesat di China dan Indochina yang kemudian dikembangkan di Jawa. Saya sangat yakin bukan orang JAwa yang menggambarkan orang Dayak sedang menyumpit di relief tersebut melainkan saudagar dan para biksu Budha dari China dan Indochina yang mengetahuinya kemudian meminta umatnya orang Jawa yang pada saat itu beragama Budha dan Hindu (pra Islam) maka muncullah gambar tersebut di relief. Kemunculan gambar tersebut pada relief bukan lantas adanya hubungan orang Jawa dengan Borneo, belum tentu. Belum ada sejarah hubungan antara Borneo dengan Jawa pada jaman ini. yang ada adalah hubungan antara Borneo-China-India. Jadi mohon tanpa mengesampingkan teori, yang namanya perkiraan itu adalah sesuatu yang belum pasti atau belum jelas. Jika sesuatu itu belum jelas sebaiknya jangan dibukukan dan jangan dikira-kira sebab akan memicu konflik setelah membacanya. Betapa tidak, sekarang saja sudah jutaan orang mengatakan orang Dayak bukan pemilik asli pulau Kalimantan, ini ada apa? padahal yang mereka baca itu semua baru teori bukan sesuatu yang benar-benar nyata. Dengan teori itu pula orang pendatang di Kalimantan berusaha mengusik ketenteraman orang Dayak agar orang Kalimantan menjadi lemah dan termakan teori tersebut. Saya tegaskan lagi, yang namanya teori itu sesuatu yang belum pasti nyata kebenarannya. Jadi bagi sekalian orang Dayak, mari kita bantah dan buang teori tersebut karena tidak menguntungkan kita tetapi justeru menguntungkan pihak luar terutama para pendatang. Dengan begitu mereka merasa bahwa Kalimantan ini juga milik mereka karena teori mengatakan kita Dayak datang dari Yunan dan Indochina. Ini apa-apan? Teori ini menyesatkan. Dayak punya kisah sendiri tentang keberadaannya di Borneo. Saya tegaskan tidak ada orang Dayak datang dari manapun. Dia memang orang asli Borneo yang seharusnya satu daratan dengan Kamboja, Vietnam, Burma dan Thailand. Mereka terpisah oleh pasang air laut setelah es mencair di kutub yang akhirnya memisahkan mereka. Jadi bukannya mereka berperahu atau berlayar menuju Kalimantan. Disitu saja sudah jelas politisasi sejarah tentang Borneo dibuat orang-orang tertentu dengan tujuan politik tertentu. Tujuan akhirnya adalah pembenaran teori tersebut dan orang Dayak kehilangan pegangan atas diri mereka, jika itu sudah tercapai maka dengan mudah orang luar akan menguasai Kalimantan dan menguras isinya. Saya adalah penentang teori tersebut karena teori tersebut tidak benar. Karena masih berupa teori bukan fakta.